Jakarta (ANTARA) - Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan pelemahan rupiah dipicu dolar Amerika Serikat (AS) stance dovish pada notulensi rapat Federal Open Market Committee (FOMC) belum dominan.
“Secara mingguan, rupiah ditutup melemah terhadap dolar AS sejalan dengan penguatan dolar AS dalam 3 hari terakhir ini yang dipicu oleh belum dominannya stance dovish pada notulensi rapat FOMC November yang didukung oleh rilis data ekonomi AS yang masih solid,” ujar Josua Pardede ketika dihubungi di Jakarta, Jumat.
Lebih lanjut, pasar menunggu rilis Purchasing Managers Index (PMI) AS yang akan memberikan petunjuk terkait prospek ekonomi AS, sehingga mempengaruhi ekspektasi pelaku pasar terhadap timing penurunan suku bunga Federal Reserve (The Fed).
Saat ini, indeks dolar diperdagangkan di level 103,74 atau melemah tipis 0,18 persen dibandingkan penutupan hari Kamis (23/11).
Setelah libur Thanksgiving, dan menjelang sesi AS yang lebih pendek, imbal hasil obligasi AS naik di seluruh kurva. Imbal hasil 10 tahun naik 5 basis points (bps) ke 4,45 persen.
“Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diperkirakan berada di rentang Rp15.550-Rp15.675 pekan depan sejalan dengan ekspektasi permintaan dolar AS pada akhir bulan,” ungkap Josua.
Pada penutupan perdagangan hari ini, mata uang rupiah melemah 12 poin atau 0,08 persen menjadi Rp15.565 per dolar AS dari penutupan sebelumnya sebesar Rp15.553 per dolar AS.
Adapun Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Jumat menguat ke posisi Rp15.587 per dolar AS dari sebelumnya Rp15.493 per dolar AS.
Rupiah melemah karena "stance dovish" pada rapat FOMC belum dominan
Jumat, 24 November 2023 16:35 WIB