Jakarta (ANTARA) -
Peneliti dari Universitas Chang Gung di Taiwan telah mengeksplorasi adanya hubungan kadar vitamin D dengan sensitivitas alergen pada anak.
Ditulis laman Medical Daily Rabu (3/4), studi yang melibatkan 222 anak dari kelompok umur enam bulan, dua tahun dan empat tahun ini meneliti bagaimana hubungan kurangnya vitamin D mempengaruhi kemungkinan berkembangnya dermatitis atopik pada anak kecil.
Hasil dari studi tersebut, anak-anak yang berusia enam bulan dan 4 tahun dengan kadar vitamin D kurang dari 20 ng/ml mempunyai lebih banyak pemberian ASI eksklusif dan atopi ibu dibandingkan anak-anak dengan kadar vitamin D lebih dari 30 ng/ml.
Atopi mengacu pada kecenderungan genetik untuk mengembangkan penyakit alergi termasuk rinitis alergi, asma, dan dermatitis atopik.
Eksim, juga dikenal sebagai dermatitis atopik, adalah kondisi kulit kronis yang ditandai dengan kemerahan, peradangan, gatal, dan iritasi.
Anak-anak dengan dermatitis atopik memiliki kadar vitamin D yang lebih rendah pada usia 2 dan 4 tahun. Namun, suplementasi vitamin D lebih banyak ditemukan pada anak-anak penderita eksim pada usia enam bulan dibandingkan dengan anak-anak sehat pada usia yang sama.
Para peneliti juga mencatat bahwa sensitivitas alergen makanan lebih tinggi pada anak-anak dengan dermatitis atopik pada usia enam bulan dan 4 tahun, sedangkan sensitivitas tungau dan IgE lebih tinggi pada usia 2 dan 4 tahun.
Hal ini disimpulkan alergi makanan dan atopi ibu diidentifikasi sebagai faktor risiko terbesar terjadinya dermatitis atopik pada anak usia 6 bulan. Namun, pada anak usia 2 dan 4 tahun, faktor risiko utamanya adalah kadar vitamin D dan sensitisasi alergi tungau.
"Kekurangan vitamin D sangat terkait dengan meningkatnya prevalensi sensitisasi alergen, yang berpotensi meningkatkan kerentanan terhadap dermatitis atopik pada anak usia dini,” tulis para peneliti.