"Kalau efek jelek, atau efek samping dari seluruh
komponen ini, harusnya tidak terjadi. Karena memang ini zat yang anak
bisa menerimanya," ujar Pulungan, di Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis.
Zat
yang terkandung dalam vaksin palsu antara lain NaCl (natrium klorida),
anti pertusis dan hepatitis B pada vaksin DPT (Difteri, Pertusis dan
Tetanus).
"Untuk kandungan memang. Pertama,
kemungkinan isinya adalah NaCl (garam) tetap ada dan betul memang data
dari menteri kesehatan. Lalu, isinya antigen pertusis. Bisa jadi ini
vaksin yang sudah dilemahkan atau sisa vaksin atau vaksin oplosan yang
dipakai. Tentu tidak akan keluar antibodi," kata dia.
"Ketiga, harusnya DPT tetapi diisi hanya satu yakni vaksin hepatitis B. Jadi jelas ini isinya berbeda," kata Pulungan.
Kendati
begitu, lanjut dia, infeksi bisa muncul jika pengolahan vaksin
dilakukan tak steril. Selain itu, anak jelas tidak mendapatkan imunitas
yang seharusnya didapatkan.
"Tetapi yang
paling jelek, adalah anak tidak mendapat imunitas yang harusnya didapat.
Kalau ini dilakukan dengan cara tidak steril, kemungkinan infeksi.
Seharusnya kalau infeksi akan terjadi infeksi akut," pungkas dia.