Direktorat Humas dan Publikasi ITB dalam siaran persnya di Bandung, Senin, menyatakan atas pencapaian tersebut, Rektor ITB Prof Kadarsah Suryadi menyampaikan rasa syukur dan terima kasih karena dukungan semua pihak.
"Terutama kepada pemerintah melalui Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) yang telah memberikan bantuan dalam berbagai bentuk, baik pendanaan dan kebijakan yang semuanya mengerucut kepada world class university," katanya.
Rektor juga berterima kasih kepada jajaran internal ITB karena kerja keras ITB berhasil masuk 200 besar perguruan tinggi terbaik di tingkat Asia Pasifik.
Menurut dia, tujuan utama majunya perguruan tinggi bukan hanya diukur pada ranking, melainkan pada proses "continuous improvement" atau perbaikan berkelanjutan.
"Dan kita harapkan semoga semua perguruan tinggi di Indonesia maju bersama-sama dengan semangat world class university dan continuous improvement," kata dia.
Selain masuk 200 besar, THE merilis dalam bidang emerging economies, ITB juga masuk ranking ke-164 se-Asia Pasifik.
Metodologi yang digunakan THE adalah aspek citations (30 persen), industry income (2,5 persen), international outlook (7,5 persen), research (30 persen), teaching (30 persen).
Berdasarkan rilis pemeringkatan QS University Ranking 2019, ITB berada di rangking 359 dunia dan masuk terbaik kedua di Indonesia.
Pada skala Asia, menurut QS World, ITB berada di ranking ke-73. Adapun jika dilihat ranking by subject, ITB masuk di ranking 51-100 untuk Art and Design, dan berdasarkan Graduate Employability Ranking berada di rangking 301-500.
Terkait ranking tersebut, Wakil Rektor Bidang Riset, Inovasi, dan Kemitraan ITB Prof. Bambang Riyanto Trilaksono mengatakan capaian yang diperoleh harus menjadi tantangan ke depan untuk terus melakukan peningkatan ranking, baik skala Asia maupun dunia.
Menurut dia, dalam melakukan pemeringkatan, THE dan QS World Ranking memiliki metodologi yang sedikit berbeda, namun juga memiliki kesamaan, seperti kesamaan yang menonjol adalah produktivitas dan kualitas dari riset dan publikasinya, sitasi, jumlah mahasiswa asing, dan jumalah dosen asing.
Kriteria atau metodologi tersebut dipelajari oleh ITB untuk melakukan inisiatif, melaksanakan suatu program yang mendukung pencapaian pada pemeringkatan itu.
"Misalnya kita melakukan program mengundang mahasiswa dari luar negeri untuk stay di ITB selama 2-3 minggu yang instruktur dari ITB dan dari luar. Kemudian kita juga mengundang scientist dari luar untuk `stay` di ITB dan melakukan riset bersama dengan dosen ITB," ujarnya.
Saat ini, ITB juga melakukan hibah riset kolaboratif dengan tiga kampus lain, yaitu IPB, UGM, dan Unair. Dengan riset kolaboratif diharapkan meningkatkan publikasi jurnal Q1 dan meningkatkan sitasi ITB.
"Jadi kami mempunyai berbagai program untuk meningkatkan peringkat tapi yang lebih fundamental daripada tujuan meningkatkan ranking, sebenarnya untuk peningkatan kualitas perguruan tinggi itu sendiri. Jadi bukan semata-semata untuk ranking tapi ingin meningkatkan kualitas," katanya.
Baca juga: UI perguruan tinggi terbaik nasional versi Webometrics
Baca juga: Publikasi ilmiah internasional Indonesia mampu terbaik di ASEAN