Canberra (ANTARA) - Presiden Joko Widodo mengibaratkan kemitraan Indonesia-Australia sebagai tokoh "The Avengers" untuk mengalahkan berbagai persoalan dunia.
Baca juga: Presiden Jokowi di hadapan parlemen Australia: "Good day mate"
Selama sekitar 16 menit, Presiden Jokowi menyampaikan pidato dalam bahasa Indonesia di hadapan dua kubu parlemen yaitu dari koalisi Partai Liberal dan koalisi Partai Buruh. Sebelum Presiden berpidato, ketua partai Liberal sekaligus PM Australia Scott Morrison serta Ketua Partai Buruh Australia Anthony Albanese juga menyampaikan pidato mengenai Indonesia dan sosok Presiden Jokowi.
Presiden Joko Widodo adalah kepala negara ke-12 yang diberikan kesempatan bicara di hadapan parlemen dalam sejarah Australia dan menjadi yang pertama untuk berbicara pada 2020.
"Jika Indonesia dan Australia bekerja sama dan berkolaborasi, maka intoleransi, proteksionisme dan ancaman kemiskinan, serta ancaman perubahan iklim dapat kita atasi," tegas Presiden.
Baca juga: Presiden Jokowi gerak cepat implementasikan IA CEPA
Usia hubungan diplomatik Indonesia dan Australia sendiri sudah mencapai usia 70 tahun pada 2020.
"Usia 70 tahun persahabatan Indonesia dan Australia bukanlah waktu yang sebentar. 70 tahun adalah masa platinum. Sebuah platinum persahabatan yang kokoh, bukan saja persahabatan antarpemerintah dan antarparlemen tetapi juga rakyat kedua negara," tambah Presiden.
Platinum persahabatan tersebut menurut Presiden Jokowi harus diperkokoh terus.
"Kita harus bersama-sama mempersiapkan saat kemitraan Indonesia-Australia berumur 100 tahun atau 30 tahun, 3 dekade dari sekarang," ungkap Presiden.
Pada 2050, menurut Presiden, adalah perjalanan satu abad umur kemitraan Indonesia-Australia menjadi momen krusial.
"Pada tahun Indonesia dan Australia akan bertransformasi menjadi pemain besar di kawasan dan dunia. Menurut 'Price Waterhouse Coopers' misalnya, pada tahun 2050 Indonesia akan menjadi ekonomi terbesar ke-4 dengan PDB (Pendapatan Domestik Bruto) sekitar 10,5 triliun dolar AS," tambah Presiden.
Indonesia juga akan menjadi negara emerging market dengan jumlah kelas menengah terbesar ketiga di dunia.
"Namun di lain sisi, tahun 2050 dunia diprediksi semakin dipenuhi ketidakpastian. Jika tren saat ini berlanjut, maka dunia pada 3 dekade mendatang akan semakin terdisrupsi. Situasi geo-politik dan geo-ekonomi dunia semakin berat. Stagnasi pertumbuhan ekonomi bahkan resesi ekonomi dunia sulit dihindari. Dikhawatirkan, nilai demokrasi dan kemajemukan akan termarjinalkan," jelas Presiden
Di tengah berbagai tantangan tersebut, Indonesia dan Australia harus fokus pada upaya peningkatan kemitraan.
Baca juga: Presiden Jokowi: generasi muda jangkar kemitraan Indonesia-Australia