Jakarta (ANTARA) - Sebuah studi dalam jurnal Cancer Causes and Control menemukan hubungan antara konsumsi ikan dan kemungkinan risiko seseorang mengembangkan melanoma atau kanker kulit.
Studi, seperti dikutip dari Medical Daily, Selasa fokus pada konsumsi tuna dan ikan non-goreng. Para ilmuwan meneliti data dari 491.367 orang yang direkrut ke National Institutes of Health (NIH) - American Association of Retired Persons (AARP) Diet and Health Study antara tahun 1995 dan 1996.
Baca juga: Imunoterapi cara baru obati kanker kulit melanoma
Mereka melibatkan para partisipan dengan rata-rata berusia 62 tahun yang sebelumnya diminta menjawab pertanyaan tentang pola konsumsi dan ukuran porsi ikan mereka.
Peneliti mempertimbangkan faktor-faktor seperti Indeks Massa Tubuh (BMI) setiap individu, tingkat aktivitas fisik, kebiasaan merokok, konsumsi kalori dan kafein harian, riwayat kanker keluarga, dan paparan radiasi UV rata-rata di wilayah mereka.
Temuan memperlihatkan, selama periode penelitian total 5.034 peserta (1,0 persen) mengembangkan melanoma ganas dan 3.284 (0,7 persen) mengembangkan melanoma stadium 0, yakni suatu kondisi di mana ada pertumbuhan sel abnormal hanya pada lapisan luar kulit, juga dikenal sebagai melanoma in situ.
Insiden melanoma maligna terjadi 22 persen lebih tinggi di antara peserta dengan konsumsi ikan rata-rata 42,8 gram setiap hari dibandingkan dengan mereka yang asupan harian rata-ratanya 3,2 gram.
Selain itu, individu yang sama memiliki peluang 28 persen lebih tinggi untuk mengembangkan melanoma stadium 0. Rata-rata porsi ikan yang mereka masak memiliki berat sekitar 140 gram.
Salah satu peneliti studi Eunyoung Cho percaya hasil ini kemungkinan berkaitan dengan kontaminan pada ikan seperti bifenil poliklorinasi, dioksin, arsenik dan merkuri.
Mengutip keterbatasan dalam penelitian ini, Cho menambahkan, penelitian sebelumnya menemukan asupan ikan yang lebih tinggi dikaitkan dengan tingkat kontaminan lebih tinggi di dalam tubuh.
Studi terdahulu juga mengidentifikasi hubungan antara kontaminan ini dan risiko kanker kulit yang lebih tinggi.
"Namun, kami mencatat penelitian kami tidak menyelidiki konsentrasi kontaminan ini dalam tubuh peserta dan penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengkonfirmasi hubungan ini," demikian kata dia.
Baca juga: Cegah kanker kulit, pakai tabir surya SPF tinggi atau sedang?
Baca juga: Hugh Jackman jalani biopsi kulit di bagian hidung
Baca juga: Dokter: Krim pelembab bantu atasi efek pengobatan kanker pada kulit