Jakarta (ANTARA) - Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis pagi melemah seiring kekhawatiran pasar akan masa resesi ekonomi.
"Pasar mengkhawatirkan lingkungan suku bunga tinggi bisa mendorong perekonomian masuk ke masa resesi," kata Analis Pasar Uang Ariston Tjendra kepada Antara di Jakarta, Kamis.
Semalam Bank Sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (Fed), kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bps) ke kisaran 4,25 persen sampai 4,5 persen atau ke titik tertinggi dalam 15 tahun.
Bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) pun siap menaikkan bunga lagi, meski dilanda resesi. Pengumuman kebijakan BoE, terjadi beberapa jam setelah The Fed menaikkan suku bunga setengah poin persentase dan mengisyaratkan lebih banyak kenaikan biaya pinjaman pada akhir 2023.
Otoritas Moneter Hong Kong (Hong Kong Monetary Authority/HKMA) turut menaikkan suku bunga dasarnya yang dibebankan melalui jendela diskon atau fasilitas diskonto overnight sebesar 50 basis poin menjadi 4,75 persen, beberapa jam setelah The Fed menyampaikan kenaikan suku bunga dengan margin yang sama.
Selain menaikkan suku bunga acuan, Ketua The Fed Jerome Powell menekankan kebijakan kenaikan suku bunga acuan dan pengetatan moneter masih belum selesai, meskipun kenaikan saat ini tidak sebesar kenaikan sebelumnya yakni 75 bps.
The Fed melihat tekanan inflasi di Negeri Paman Sam masih tinggi karena masih jauh dari target 2 persen, meskipun saat ini mulai menunjukkan penurunan.
Maka dari itu,Ariston berpendapat penegasan Powell tersebut bisa memicu pelemahan rupiah hari ini. Potensi pelemahan ke kisaran Rp15.620 per dolar AS dengan potensi support di kisaran Rp15.560 per dolar AS.
Pada Rabu (14/12) rupiah ditutup menguat 64 poin atau 0,41 persen ke posisi Rp15.593 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp15.657 per dolar AS.