Bengkulu (ANTARA) - Pemilihan Umum Serentak 2024 makin dekat. Hari pemungutan suara pun telah ditetapkan pada 14 Februari 2024, artinya hanya tersisa 10 bulan lagi. Bukan waktu yang panjang untuk mengurus hajatan politik elektoral dengan ratusan juta pemilih yang tersebar di berbagai pulau.
Partai politik peserta pemilu juga sudah ditetapkan, meski ada dinamika yang terjadi dalam proses pendaftaran hingga penetapan parpol peserta pemilu yang digelar KPU.
Awalnya, KPU RI pada Desember 2022 menetapkan 17 partai politik nasional peserta pemilu, namun karena dinamika yang terjadi, partai politik peserta ke-18 dinyatakan lolos dan turut ditetapkan.
Partai politik peserta pemilu tersebut yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan nomor urut 1, Partai Gerindra (2), PDI Perjuangan (3), Partai Golkar (4), Partai NasDem (5), Partai Buruh (6), Partai Gelora (7), PKS (8), Partai Kebangkitan Nasional (PKN) (9), Partai Hanura (10), Partai Garuda (11), PAN (12), PBB (13), Partai Demokrat (14), PSI (15), Perindo (16), PPP (17), dan Partai Ummat (24).
Kemudian sejak 6 Desember 2022, KPU juga telah memulai tahapan untuk pencalonan anggota DPD RI. Pada 24 April 2023, tahapan memasuki pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi, kabupaten dan kota yang kemudian dilanjutkan dengan tahapan pencalonan presiden dan wakil presiden pada Oktober mendatang.
Penyelenggaraan pemilu pun sudah berada pada tahapan pencocokan dan penelitian data pemilih. Setiap petugas pemilu telah mendatangi rumah-rumah warga untuk memastikan setiap individu yang berhak memilih masuk dalam daftar pemilih Pemilu 2024.
Setelah penetapan calon peserta pemilu untuk calon presiden dan wakil presiden, DPR RI, DPRD provinsi, kabupaten dan kota, tentunya tahapan akan berlanjut ke masa kampanye. Pada tahap ini para calon berupaya meyakinkan pemilih untuk memastikan nanti di bilik suara memilih mereka.
Dengan tahapan yang telah berjalan sudah lebih dari setengah penyelenggaraan itu, suasana keriuhan pesta demokrasi telah dirasakan oleh setiap warga masyarakat.
Selama berjalannya penyelenggaraan, dinamika-dinamika politik 2024 bakal ikut mengemuka, seperti wacana penundaan pemilu hingga soal apakah harus menggunakan sistem pemilu tertutup atau terbuka.
Soal keterwakilan, komunitas, kelompok, maupun keterwakilan perempuan pada pemilu pun ikut mengemuka. Partai politik peserta pemilu pun juga sibuk dengan komunikasi, lobi-lobi politik, dan membentuk koalisi untuk memastikan "kapal mereka berlabuh" memenangi kontestasi Pemilu 2024.
Namun, ada hal penting lainnya yang sepertinya tidak begitu hangat mengemuka, atau istilah saat ini dengan kata tidak viral. Yakni, bagaimana setiap jengkal wilayah Indonesia ini mendapatkan perhatian yang sama dari para peserta pemilu.
Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) pun mengamini hal itu bahwa dalam konteks pemilu, perlakuan berbeda terhadap daerah dari peserta pemilu tidak dapat dimungkiri.
Partai-partai politik dan juga para politikus tentu melirik daerah-daerah yang punya jumlah suara potensial yang bisa bergerak dan memenangi kontestasi pemilihan legislatif maupun pemilihan presiden.
Hal tersebut merupakan sesuatu yang wajar dalam konteks politik karena mengamankan wilayah dengan jumlah pemilih yang banyak artinya memenangi pemilu.
Namun, dalam penerapan konteks desentralisasi dan otonomi daerah pada pemerintahan, setiap jengkal wilayah Indonesia memiliki posisi yang sama dan setara, terlepas dari kondisi, jumlah penduduk, dan potensi elektoral.
Posisi sama
Dalam konteks pemerintahan setiap daerah memiliki posisi yang setara terutama dalam hal intervensi terhadap daerah, baik itu dari Pemerintah Pusat maupun pemerintah daerah terkait memajukan kesejahteraan umum.
Setiap daerah, masyarakatnya memiliki hak yang sama untuk menikmati kesejahteraan, dan setiap perjuangan untuk menyejahterakan daerah berada "di tangan-tangan wakil rakyat" serta para pemimpin terpilih, baik pusat maupun daerah, yang notabene diberi mandat oleh rakyat pada setiap periode pesta demokrasi.
Oleh karena itu, harapannya agar partai politik, juga kandidat-kandidat yang berkontestasi di level nasional baik itu calon presiden atau wakil presiden, DPD, DPR, mereka itu harus menempatkan semua daerah pada posisi yang sama.
Caranya, pertama partai politik menentu kandidat peserta pemilu yang mereka usung benar-benar sosok yang memiliki kualitas, kapabilitas, dan sosok yang memahami setiap persoalan yang dialami daerah.
Kemudian calon-calon tersebut juga memiliki komitmen dan solusi mengatasi persoalan-persoalan yang dialami setiap daerah di Indonesia.
Para kandidat peserta pemilu melakukan asesmen kebutuhan dan persoalan seluruh wilayah untuk menjadi agenda setting yang nantinya diproyeksikan menjadi kebijakan mereka saat terpilih.
Hasil asesmen tersebut dituangkan ke dalam visi dan misi peserta pemilu dan disampaikan ke masyarakat pada saat kampanye, bahkan hal itu perlu dibuat dalam bentuk komitmen sebagai kontrak politik dengan masyarakat.
Peserta pemilu yang benar-benar memiliki kualitas, punya visi dan misi yang jelas, serta saling berkomitmen menyejahterakan daerah tentunya juga akan memberikan dampak positif terhadap pemilu. Dengan demikian transaksi politik uang, politik kotor seperti kampanye negatif, bahkan kampanye hitam dapat dieliminasi.
Dalam konteks tersebut maka pemilu tidak hanya menjadi pesta sesaat yang dirasakan oleh masyarakat. Pemilu menjadi wadah masyarakat menitipkan suara mereka kepada pemimpin dan wakil rakyat untuk menyejahterakan warga di daerah.
Oleh sebab itu, setiap jengkal Indonesia dalam pemilu itu penting demi menyejahterakan rakyat, juga demi menjaga demokrasi bangsa agar tetap sehat dan menebar maslahat bagi rakyat.