Labuhan Bajo (ANTARA) - Kementerian Perdagangan (Kemendag) terus berupaya meningkatkan mutu produk ekspor dari berbagai sektor termasuk sisi keamanan pangan.
Direktur Standardisasi dan Pengendalian Mutu Matheus Hendro Purnomo melalui keterangan tertulis di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Sabtu, mengatakan dengan meningkatnya segi keamanan pangan, produk Indonesia diyakini akan semakin berdaya saing.
Menurutnya, isu ketelusuran (tracebility) merupakan salah satu titik kritis dalam sistem keamanan pangan nasional.
"Oleh karena itu, kemampuan suatu negara dalam mendeteksi ketidaksesuaian menjadi tantangan tersendiri. Pemerintah harus dapat bersaing di pasar global seiring dengan pengembangan teknologi dan peningkatan sumber daya manusia," ujar Hendro.
Standar dan pedoman Codex bersifat sukarela namun kedua hal ini menjadi semakin penting sejak ditetapkan dalam Perjanjian Sanitary and Phytosanitary (SPS) dan Technical Barriers to Trade (TBT) WTO sebagai standar yang diacu untuk keamanan pangan dalam perdagangan internasional.
Pertemuan CCFICS ini merupakan mandat Codex Alimentarius Commission (CAC) dalam menyusun standar dan pedoman pangan internasional dalam perlindungan konsumen serta untuk memastikan praktik adil dalam perdagangan pangan.
CCFICS sendiri merupakan salah satu komite di bawah CAC yang bertugas menyusun standar dan pedoman Codex terkait sistem inspeksi dan sertifikasi, baik untuk produk ekspor, maupun impor.
Indonesia melakukan beberapa intervensi terkait penyusunan pedoman proses penyetaraan Sistem Keamanan Pangan Nasional antar negara, pedoman penyelenggaraan remote audit dan inspeksi, serta pedoman terkait bagaimana otoritas kompeten mendeteksi jenis dari Tindakan ilegal terkait pangan (food fraud). Indonesia juga mendukung penyusunan pekerjaan baru (new work) mengenai traceability.
Hendro optimistis intervensi yang dilakukan Indonesia dapat menghasilkan standar dan pedoman untuk sistem keamanan pangan dalam rangka kelancaran perdagangan dan dapat dimanfaatkan oleh usaha kecil menengah dalam peningkatan akses pasar.
Food Business Operator (FBO) merupakan salah satu obyek dalam penyusunan pedoman ini. FBO dapat berasal dari usaha kecil menengah (UKM) seperti industri rumah tangga.
"Oleh karena itu, kami telah melakukan intervensi agar pedoman yang dibahas tidak terlalu ketat dalam penerapan teknologi, sehingga pedoman dapat juga bermanfaat bagi usaha kecil, terutama bagi UKM yang ingin melakukan ekspor," kata Hendro.
Kegiatan yang dilaksanakan secara hibrida ini turut dihadiri seluruh negara anggota Codex, organisasi anggota (Uni Eropa), pengamat (observer) dari international governmental (IGOs), non- governmental organizations (NGOs), dan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).