Jakarta (ANTARA) - Belum lama ini, sebagian umat Islam yang terpilih dari seluruh dunia merasakan nikmatnya beribadah langsung di rumah Sang Pencipta.
Sebut saja, polemik soal Panji Gumilang dan Al Zaytun-nya, ditambah dengan isu adanya konferensi LGBT yang akan diadakan di Jakarta, yang kerap didengar oleh telinga kita.
Keduanya, mungkin hanya segelintir contoh problematika yang ada di Indonesia, yang perlahan tapi pasti, akan terselesaikan oleh ahli di bidangnya.
Pernahkah kita menelaah, siapakah yang hampir selalu ada dalam menuntaskan seluruh problematika yang ada, demi menjaga Indonesia tetap dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika?
Salah satunya adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang sejak didirikan pada 7 Rajab 1395 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975, telah banyak berkontribusi dalam menjaga keutuhan Bangsa Indonesia.
Keberadaan MUI yang didirikan sebagai wadah silaturahmi ulama, zuama, dan cendekiawan Muslim dari berbagai kelompok di kalangan umat Islam di Indonesia, sangat mempengaruhi dinamika pergerakan berbagai aspek kehidupan di Indonesia.
Conotoh kedua polemik di atas, tidak lepas dari peranan MUI dalam menuntaskannya. Maka tidak mengherankan, apabila Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, hingga Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, perlu menunggu adanya fatwa MUI, sebelum memberikan tindakan terkait polemik Ma'had Al Zaytun.
Bukan kali ini saja, perhatian MUI terhadap adanya carut-marut di lembaga pendidikan islam berbasis pesantren tersebut diungkapkannya.
Sejumlah kajian terhadap Ma'had Al Zaytun telah dilakukan oleh MUI pada 2002, jauh sebelum adanya kabar terkait polemik tersebut mencuat ke khalayak umum.
Dalam hal lain, keberadaan fatwa MUI juga memiliki andil yang besar terhadap kesuksesan program pemerintah, seperti Keluarga Berencana (KB) dan Vaksinasi COVID-19.
Dikutip dari SALAM: Jurnal Sosial & Budaya Syar'i Vol. 7 No.5 Tahun 2020, MUI menggunakan nilai-nilai dari Agama Islam, yang bersumber dari Al Quran, Hadits, dan ilmu fikih yang bersifat rasional-dinamis dan sarat akan probabilitas, sehingga melahirkan alternatif-alternatif peribadatan yang dapat dijadikan sebagai mitigasi wabah COVID-19.
Selain itu dari segi motif tradisional, MUI terbukti berupaya untuk meneruskan tradisi para nabi dan sahabat, ketika menghadapi wabah (thaa'uun), sehingga model peribadatan yang MUI anjurkan merupakan upaya dalam meneruskan tradisi sebelumnya, dengan pendekatan hermeneutis.
Berdasarkan penelitian tersebut, secara gamblang MUI telah mengimplementasikan sejumlah tujuan dari didirikannya organisasi yang saat ini diketuai oleh K.H. Miftachul Akhyar tersebut, yakni memberikan bimbingan dan tuntunan kepada umat Islam di Indonesia, memberikan nasihat dan fatwa mengenai masalah keagamaan dan kemasyarakatan kepada pemerintah dan masyarakat, serta menjadi penghubung antara ulama dengan umara (pemerintah), sekaligus penerjemah timbal balik antara umat dengan pemerintah, guna menyukseskan pembangunan nasional.
Peran MUI sangat penting dalam upaya mitigasi COVID-19, dengan banyaknya umat Muslim di Indonesia yang bersifat tradisional dan mengikuti arahan ulama.
Fenomena yang sama juga berlaku dalam hal sederhana, seperti makan di restoran, dimana sejumlah masyarakat perlu menunggu adanya fatwa halal MUI, meskipun menu yang dijual bukanlah makanan yang haram dari segi ilmu fikih.
Adanya fatwa halal MUI yang ditunggu oleh ratusan juta umat Muslim di Indonesia, juga merupakan bukti dimana MUI memiliki peran atas pergerakan bangsa ini.
Melihat situasi tersebut, MUI tidak tinggal diam atas banyaknya permintaan sertifikasi halal oleh sejumlah pelaku usaha.
Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh mengatakan pihaknya telah berhasil menyidangkan 105.326 laporan pelaku usaha selama 2022 silam.
"Pelaksanaan sidang penetapan halal MUI di Tahun 2022 ini baru menggunakan dua persen dari riil kapasitas yang dimiliki MUI," katanya di Jakarta (29/12/2022).
Bahkan, dirinya juga mengungkapkan bahwa MUI menargetkan satu juta penetapan kehalalan produk pada 2023 ini.
Belum lagi, ditambah dengan sejumlah kegiatan, seperti ajakan berjihad melawan narkoba, program wakaf hutan, dukungan terhadap kemandirian dan ketahanan keluarga, hingga ajakan kepada pengikut Negara Islam Indonesia (NII) untuk kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan segelintir upaya yang telah dilakukan oleh MUI untuk menjaga keutuhan bangsa.
Beberapa contoh peran MUI tersebut, hanyalah sebagian kecil dari berbagai peranan yang telah dilakukan MUI yang kini memiliki 11 komisi, seperti Komisi Fatwa, Ukhuwah Islamiyah, Pendidikan dan Kaderisasi, Dakwah, Pengkajian dan Penelitian, Hukum dan Hak Asasi Manusia, Pemberdayaan Ekonomi Umat, Perempuan, Remaja, dan Keluarga, Informasi dan Komunikasi, Kerukunan Antar-Umat Beragama, serta Hubungan Luar Negeri dan Internasional, yang masing-masing turut aktif berperan dalam menjaga keutuhan bangsa.
Tidak berlebihan jika MUI sering mendapat pujian dari sejumlah kementerian, lembaga negara, hingga tokoh nasional dan internasional atas usahanya tersebut.
Pada 26 Juli mendatang, MUI akan menandai 48 tahun kiprahnya dalam upaya memperkokoh persatuan dalam bingkai keberagaman, menuju Indonesia yang lebih sejahtera dan bermartabat.
Umat berharap, di usianya yang ke-48 nanti, MUI tetap istikamah dalam upayanya membersamai pergerakan Bangsa Indonesia, dengan tetap menjadi penasihat bagi negeri ini.