Jakarta (ANTARA) - Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha mengungkapkan bahwa kasus terkait pekerja migran Indonesia (PMI) yang tidak digaji paling banyak terjadi Malaysia dan Arab Saudi.
“Status ini (tanpa dokumen resmi) membuat posisi para WNI akan rentan di negara tujuan,” katanya saat ditemui di Jakarta, Kamis (3/8).
Dia menuturkan dua negara tersebut memiliki jumlah komunitas WNI paling besar dan banyak PMI yang bekerja di sektor domestik.
Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mencatat Arab Saudi dan Malaysia menjadi negara yang paling banyak dituju para pekerja migran Indonesia nonprosedural dan tanpa dokumen resmi.
Arab Saudi banyak dipilih sebagai negara tujuan para PMI karena hanya membutuhkan visa umroh atau visa ziarah. Sedangkan Malaysia memiliki banyak pintu masuk perbatasan dengan Indonesia, sehingga memudahkan para pekerja migran untuk masuk tanpa dokumen resmi.
Judha mengatakan bahwa masalah keimigrasian WNI di luar negeri, termasuk WNI tanpa dokumen resmi merupakan kasus yang paling banyak terjadi di antara kasus-kasus lain seperti ketenagakerjaan, penyanderaan, perdagangan orang dan masalah haji dan umrah.
Adapun yang menjadi sorotan Kemlu terkait kasus perlindungan WNI tahun ini, antara lain evakuasi WNI dari Sudan, penanganan kasus WNI yang dipekerjakan untuk melakukan penipuan daring atau online scam, penanganan kasus PMI berinisial DA yang mengaku diperbudak di Suriah, dan penanganan WNI yang menikah tanpa dokumen di Uni Emirat Arab.
Untuk kasus evakuasi WNI dari Sudan, per Juni 2023 Indonesia telah mengevakuasi 1.010 WNI. Evakuasi WNI dilakukan sebagai respons terhadap konflik militer antara tentara Sudan dan pasukan paramiliter Sudan RSF.
Sementara terkait online scam, kasus tersebut masih banyak terjadi hingga 2023, dengan 2.324 kasus telah ditangani hingga Juli 2023.
Secara keseluruhan, Kementerian Luar Negeri RI telah menangani 17.977 kasus WNI di luar negeri dari 18.820 kasus yang masuk hingga pertengahan 2023 ini.