Jakarta (ANTARA) -
"Korban kekerasan seksual menjadi tanggung jawab negara, termasuk perlindungan dan pelayanan kesehatan mereka sehingga tidak menambah beban bagi para korban," ucap Puan dalam keterangan resminya diterima di Jakarta, Jumat.
Dia menekankan bahwa pentingnya peran pemerintah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya bagi korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Seperti diketahui, keputusan BPJS Kesehatan yang tidak menjamin layanan kesehatan bagi korban pelecehan dan kekerasan seksual menimbulkan polemik di masyarakat. Tidak dijaminnya layanan kesehatan bagi korban tindak pidana tersebut telah tertuang pada Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 Pasal 52 ayat 1.
Penjaminan terhadap korban tindak pidana kekerasan seksual dilimpahkan menjadi tanggung jawab Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Puan pun mendorong adanya kolaborasi antara kedua lembaga tersebut agar tidak ada korban kekerasan seksual yang tidak mendapat layanan kesehatan.
"DPR mendorong kolaborasi aktif antara LPSK dan BPJS untuk memastikan bahwa peralihan tanggung jawab tidak mengorbankan kualitas layanan kesehatan bagi korban. Hal ini perlu dilakukan agar korban tetap mendapatkan perawatan medis yang berkualitas tanpa beban tambahan," jelasnya.
Melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS yang merupakan inisiatif DPR, Puan menegaskan dewan akan terus mengawal setiap pelayanan bagi korban kekerasan seksual agar mendapat perlakuan yang aman dan adil serta mendapatkan perlindungan.
"Melalui evaluasi dan tindakan konkret, kami berkomitmen untuk menjaga integritas UU TPKS dan memberikan perlindungan yang layak bagi korban tindak pidana penganiayaan dan kekerasan seksual terutama kaum perempuan dan anak-anak yang sering menjadi korban dalam kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga," tegasnya.
Mantan Menko PMK tersebut menekankan pentingnya kerja sama seluruh stakeholder menjadi salah satu kunci penyelesaian isu sensitif seperti kekerasan seksual. Untuk itu, Puan mengajak semua pihak yang terkait pada isu ini agar memperhatikan peningkatan pelayanan kesehatan bagi korban kekerasan seksual.
"Masyarakat yang aman dan adil harus diwujudkan dengan memastikan bahwa setiap warga negara, terutama mereka yang telah mengalami kekerasan seksual perlu merasakan keadilan dan dukungan yang tak terhingga dari negara. Khususnya melalui kebijakan-kebijakan pemerintah," paparnya.
Selain menanggung korban kekerasan seksual, LPSK diketahui juga menanggung korban dari tiga tindak pidana lainnya, yakni peristiwa tindak pidana penganiayaan, korban terorisme dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Puan pun mendukung adanya penguatan bagi lembaga tersebut untuk memaksimalkan bantuan terhadap korban.
"Bila tanggung jawab LPSK semakin meluas, kami akan memastikan bahwa LPSK memiliki sumber daya yang cukup untuk memberikan bantuan yang diperlukan kepada korban. Ini termasuk dukungan medis, psikologis, dan hukum," ujar Puan.
Di sisi lain, DPR menilai perlindungan terhadap korban penganiayaan dan kekerasan seksual memerlukan pendekatan yang humanis. Puan mengimbau agar LPSK memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang dapat mengobati trauma psikis bagi para korban.
"DPR akan memastikan bahwa pendekatan terhadap perlindungan korban kekerasan dan penganiayaan bersifat holistik, mencakup dukungan psikologis, rehabilitasi, dan pemulihan sosial harus disiapkan oleh LPSK," sebut cucu Bung Karno itu.
Puan memastikan bahwa DPR terus berkomitmen menjadi lembaga terdepan yang mengampanyekan pendidikan dan kesadaran terkait tindak pidana kekerasan dan penganiayaan.
Menurutnya, memberantas kejahatan kekerasan seksual memerlukan upaya gotong royong seluruh elemen bangsa termasuk dukungan dari masyarakat itu sendiri.
"Edukasi ini akan membantu mengurangi stigma, mendorong pelaporan, dan memberikan dukungan masyarakat bagi korban kekerasan seksual dan penganiayaan," pungkas Puan.
Ketua DPR RI: Korban kekerasan seksual jadi tanggung jawab negara
Sabtu, 2 September 2023 18:31 WIB