Jakarta (ANTARA) - Sepuluh tahun masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo sudah berakhir. Sederet program dan kebijakan telah dijalankan demi menunaikan amanat konstitusi, termasuk melindungi masyarakat menghadapi berbagai kerentanan melalui alokasi dana perlindungan sosial (perlinsos).
Alokasi dana perlinsos menjadi salah satu jalan keluar pemerintah untuk mengentaskan masyarakat dari kemiskinan sekaligus menaikkan kelas mereka yang berstatus pra-sejahtera.
Selain itu, keberlanjutan alokasi dana perlinsos telah terbukti menjadi jaring pengaman dalam menghadapi krisis global yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat di dalam negeri.
Oleh karena itu, tidak heran bila sepanjang 10 tahun, Pemerintah sebelumnya telah mengeluarkan anggaran untuk perlindungan sosial mencapai Rp3.663,4 triliun dari tahun 2014--2024, berdasarkan catatan Kementerian Keuangan. Jumlah itu cenderung naik setiap tahun dan meroket saat terjadinya wabah COVID-19.
Pada tahun 2015, Jokowi meneken alokasi perlinsos sebesar Rp276,2 triliun. Jumlah tersebut sedikit turun pada tahun 2016 menjadi Rp215 triliun dan kembali naik menjadi Rp 216,6 triliun pada tahun 2017.
Pada tahun 2018, dialokasikan anggaran perlinsos sebesar Rp293,8 triliun dan kembali bertambah menjadi Rp308,4 triliun pada tahun 2019.
Pada tahun 2020, Pemerintah menaikkan alokasi anggaran perlinsos menjadi Rp498 guna merespons penyebaran wabah COVID-19 gelombang pertama.
Jumlah itu menurun pada tahun 2021 menjadi Rp487,8 triliun, kemudian turun lagi menjadi Rp431,5 triliun pada tahun 2022, namun mengalami kenaikan menjadi Rp479,1 pada tahun 2023.
Dengan alokasi anggaran sebesar itu, dua periode masa pemerintahan Jokowi mampu menurunkan angka kemiskinan ekstrem, dari yang sebelumnya 6,1 persen di tahun 2014 menjadi 0,8 persen pada Maret 2024.
Pemberdayaan sosial
Salah satu pengelola dana perlindungan sosial yang menerima porsi alokasi lebih besar, khususnya dalam penyaluran bantuan sosial (bansos), ialah Kementerian Sosial (Kemensos).
Pada anggaran tahun 2024, misalnya, Kementerian Sosial menerima alokasi anggaran untuk perlindungan sosial sebesar Rp75,6 triliun dari anggaran total sebesar Rp496,8 triliun. Angka tersebut dikelola untuk penyaluran bantuan sosial sekaligus pemberdayaan sosial.
Pada skema bansos, Kementerian Sosial secara rutin memberikan perlindungan sosial kepada masyarakat pra-sejahtera melalui beberapa program, seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) atau Kartu Sembako, serta bantuan permakanan bagi lansia dan disabilitas.
Para penerima bansos atau biasa disebut Keluarga Penerima Manfaat (KPM) adalah mereka yang sudah terdaftar dalam sistem Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang dikelola oleh Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial (Pusdatin Kesos) dengan perbaikan data oleh pemerintah daerah melalui Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial - Next Generation (SIKS-NG) sejak tahun 2017.
Menteri Sosial, kala itu Tri Rismaharini (Mensos Risma), mengatakan data DTKS rutin diperbarui secara berkala untuk meningkatkan akuntabilitas dan inklusivitas alokasi bansos.
Sebagai sebuah program bantuan sosial bersyarat, PKH membuka akses hidup layak kepada keluarga miskin, terutama ibu hamil dan anak, sehingga PKH diharapkan dapat berkontribusi secara signifikan dalam menurunkan jumlah penduduk miskin, menurunkan kesenjangan (rasio gini) sekaligus meningkatkan indeks pembangunan manusia (IPM).
Berdasarkan laporan Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan yang dirilis pada Mei 2024, pelaksanaan bansos PKH pada tahun 2015 berhasil membantu 3,5 juta KPM dengan anggaran sebesar Rp6,3 triliun.
Kemudian pada tahun 2016, Kemensos berhasil menyalurkan bansos PKH kepada 6 juta KPM dengan anggaran Rp8,5 triliun. Jumlah penerima PKH tersebut naik sedikit pada tahun 2017 menjadi 6,2 juta KPM dengan anggaran Rp12,5 triliun.
Penerima bansos PKH meningkat signifikan pada tahun 2018 menjadi 10 juta KPM dengan alokasi anggaran Rp19,1 triliun. Kemudian untuk merespons wabah COVID-19, anggaran bansos PKH menjadi sebesar Rp36,7 triliun pada tahun 2020 dengan total penerima 10 juta KPM.
Seiring dengan selesainya wabah tersebut, jumlah penerima PKH pada tahun 2023 menurun menjadi 9,9 juta KPM, dengan alokasi anggaran yang juga menurun menjadi Rp28 triliun.
Sementara, program bansos lainnya adalah Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) atau Kartu Sembako agar KPM dapat membeli kebutuhan pangan dengan gizi seimbang.
Mekanismenya, Kemensos menyalurkan BPNT melalui akun elektronik sehingga KPM menerima dana tunai sebesar Rp200 ribu per bulan yang ditransfer ke rekening masing-masing, bekerja sama dengan bank Himbara, yaitu BRI, BNI, Bank Mandiri, dan BTN.
Pada tahun 2015, Kemensos berhasil menyalurkan bansos kartu sembako kepada 15,5 juta KPM dengan alokasi anggaran sebesar Rp21,8 triliun. Kemudian di tahun 2016, jumlah KPM maupun alokasi anggaran untuk bansos Kartu Sembako tidak mengalami kenaikan.
Kenaikan signifikan pada penerima bansos Kartu Sembako juga terjadi pada tahun 2020 untuk menekan dampak wabah COVID-19. Pada tahun 2020 ini, jumlah penerima bansos Kartu Sembako menjadi 19,4 juta KPM, dengan alokasi anggaran yang juga naik signifikan menjadi Rp39,6 triliun.
Pada tahun 2023, jumlah penerima bansos Kartu Sembako sebanyak 18,7 juta KPM, dengan alokasi anggaran sebesar Rp44,1 triliun.
Selain melalui skema bansos, Kemensos juga memberikan perlindungan sosial kepada masyarakat pra-sejahtera melalui skema pemberdayaan sosial bernama Program Pahlawan Ekonomi Nusantara (Pena).
Sejak diluncurkan pada November 2022, Pena telah menyasar ribuan KPM yang merupakan penerima bansos PKH, bansos BPNT/Kartu Sembako, Asistensi Rehabilitasi Sosial (Atensi), dan bantuan lainnya.
Mensos (kala itu) Tris Rismaharini mengatakan skema pemberdayaan sosial melalui Pena bertujuan untuk memberdayakan sekaligus memandirikan para penerima bansos melalui pelatihan dan pemberian modal sehingga mereka dapat memiliki usaha produktif dengan penghasilan minimum di atas UMK.
Risma menilai banyak KPM berusia produktif. Setidaknya, ada lebih dari 5 juta KPM bansos berusia di bawah 40 tahun. Untuk itu, pihaknya berupaya menerapkan skema program yang komprehensif agar KPM mampu mandiri dan keluar dari garis kemiskinan.
Kemensos mengaku sulit mengatasi kemiskinan ekstrem dengan anggaran yang sangat terbatas hanya Rp450.000 per bulan karena itu harus melakukan terobosan.
Pemerintah menggunakan istilah graduasi bagi para KPM yang berhasil lepas dari kepesertaan bansos karena mampu berdaya dan mandiri lewat program Pena.
Pada tahun 2023, program Pena Kemensos telah menggraduasi 10.073 KPM, sedangkan sepanjang tahun 2024, pemerintah kembali mengentaskan 18.702 KPM.
Jadi, total tercatat sebanyak 28.775 KPM telah digraduasi dari kepesertaan bansos melalui Program Pena sepanjang 2023 hingga Mei 2024.
Kemensos juga ikut ambil bagian dalam melakukan pemberdayaan sosial di daerah 3T dan Komunitas Adat Terpencil (KAT).
Sepanjang tahun 2023, Kemensos telah memasang sarana air bersih, solar cell, community center, dan fasilitas lainnya di beberapa daerah di Indonesia. Bersamaan dengan pemberian fasilitas itu, Kemensos dan tim juga memberikan pelatihan serta modal usaha kepada komunitas di daerah 3T.
Misalnya, pemberian bibit babi bagi kelompok masyarakat di Wamena, Papua, pemberdayaan kelompok tenun di Wini, NTT, serta pelatihan pengolahan hasil laut di Sebatik, Kalimantan Utara.
Cegah penyelewengan
Dengan alokasi dana perlinsos yang demikian besar, pembaruan data secara berkala dan transparansi proses penyaluran menjadi kunci guna mencegah penyelewengan dana tersebut, khususnya bansos.
Sederet tantangan yang harus diatasi ialah mencakup pembaruan dan akurasi data, penargetan sasaran, kerentanan, transparansi, dan akuntabilitas, mengingat krisis ekonomi, resesi, bahkan pandemi akan sangat mungkin terjadi lagi di masa mendatang.
Kemensos sudah mengatasi tantangan itu dengan menyalurkan bansos langsung melalui transfer bank ke rekening KPM yang bekerja sama dengan bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) atau PT Pos Indonesia sejak tahun 2021.
Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2017 tentang Penyaluran Bantuan Sosial secara Nontunai.
Untuk bansos reguler, Kemensos menggunakan transfer ke rekening KPM, 100 persen, kecuali penyaluran bantuan atas respons kasus. Tidak ada bansos dalam bentuk natura atau barang.
Bansos berbentuk barang hanya disalurkan dalam kondisi-kondisi khusus, seperti penyandang disabilitas, KPM yang sakit, sehingga benar-benar membutuhkan bantuan berbentuk barang sembako dan alat kebersihan diri.
Selain itu, Kemensos juga sudah memperbaharui data DTKS setiap bulan guna memastikan penyaluran bansos sesuai dengan kondisi KPM terkini.
Tidak hanya itu, Kemensos juga telah membangun aplikasi Cek Bansos yang memungkinkan penerima bantuan atau orang yang belum masuk dalam daftar bisa mengusulkan atau menyanggah diri. Upaya tersebut untuk meminimalkan kemungkinan kesalahan verifikasi data penerima bansos (DTKS).
Melalui aplikasi tersebut, masyarakat dapat membuat laporan dengan menyertakan foto rumah yang tidak sesuai, kemudian petugas akan memeriksanya secara langsung. Apabila terbukti tidak layak menerima bansos, maka Kemensos akan mengirimkan datanya kembali ke daerah untuk diubah melalui daerah.
Bila masyarakat menemukan ketidaksesuaian dalam penyaluran bansos, Kemensos juga sudah menyediakan Command Center (CC) Kemensos di nomor 171 yang aktif 7x24 jam.
Penyaluran bansos pun secara rutin diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Kendati anggaran yang digelontorkan selama bertahun-tahun itu sangat besar, kebijakan perlinsos tersebut terbukti mampu menjaga masyarakat menengah bawah tidak terpeleset ke jurang kemiskinan.
Bahkan, dalam satu periode itu, Pemerintah sukses memangkas kemiskinan ekstrem di bawah satu persen.