Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi di Manila, Minggu, menjelaskan bahwa akhir-akhir ini hasil kelapa sawit dari Indonesia menerima banyak sekali kampanye hitam.
"Contoh terakhir adalah resolusi parlemen Eropa mengenai kelapa sawit yang sangat diskriminatif. Antara Indonesia dan Malaysia kita sudah membentuk apa yang dinamakan Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC)," ucap Retno.
Kerja sama perdagangan di kawasan negara-negara anggota Indonesia Malaysia Thailand - Growth Triangle (IMT-GT ) memiliki potensi yang besar karena mencapai 416 miliar dolar AS atau 18,3 persen dari total perdagangan ASEAN.
Potensi ini juga didukung oleh rata-rata pertumbuhan ekonomi dari 2010-2015 sebesar 6,9 persen.
"Ini juga merupakan angka yang cukup tinggi," kata Menlu.
Sementara itu, total populasi di kawasan ini sekitar 81 juta penduduk atau sekitar 13 persen dari total populasi ASEAN.
"Dari segi labour force terdapat 38,3 juta yang berarti bahwa 12,2 persen dari total labour force ASEAN," kata Retno.
Melihat kondisi alam dari kawasan ini, maka kerja sama yang dapat dikembangkan adalah di bidang perkebunan. "Ini juga merupakan basis dari perkebunan kelapa sawit," kata Retno.
Oleh karena itu, dalam pelaksanaan KTT IMT-GT ke-10 di Philippine International Convention Center (PICC) Manila, Filipina, Sabtu (29/4), Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa kawasan ini memiliki potensi yang dapat dikembangkan, dan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi didukung oleh sektor perkebunan di antaranya kelapa sawit.
Maka dalam KTT tersebut, Presiden mengajak Thailand bergabung dengan Indonesia dan Malaysia di dalam konteks CPOPC dan bersama-sama untuk melawan kampanye hitam yang dilakukan oleh berbagai pihak terhadap kelapa sawit.
"Apa yang disampaikan oleh Presiden Jokowi tadi didukung sepenuhnya oleh PM Malaysia. Sebelumnya waktu di KTT ASEAN, PM Malaysia juga sudah sempat menyebut mengenai masalah perlunya kita untuk melawan kampanye hitam terhadap kelapa sawit," ujar Retno.
KTT ASEAN dihadiri oleh Presiden Jokowi, PM Malaysia Najib Tun Razak, dan PM Thailand Prayuth Chan-o-cha.