Laman Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang dipantau di Jakarta, Selasa, menyatakan porsi utang sebesar Rp3.706,52 triliun itu terdiri dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) Rp2.979,5 triliun atau 80,4 persen dan pinjaman Rp727,02 triliun atau 19,6 persen.
Posisi utang pemerintah pusat pada Juni 2017 ini mengalami peningkatan secara neto sebesar Rp34,19 triliun, dibanding bulan sebelumnya, yang berasal dari penerbitan SBN sebesar Rp35,77 triliun dan pelunasan pinjaman sebesar Rp1,59 triliun.
Secara keseluruhan, penambahan utang neto pada periode Januari-Juni 2017 adalah sebesar Rp191,06 triliun, yang berasal dari penerbitan SBN Rp198,89 triliun dan pelunasan pinjaman Rp7,83 Triliun.
Tambahan pembiayaan utang ini memungkinkan adanya kenaikan belanja produktif di bidang pendidikan, infrastruktur, kesehatan, transfer ke daerah dan dana desa, serta belanja sosial.
Selain itu, pemerintah memiliki komitmen secara berkesinambungan dalam hal pembayaran kewajiban utang sebagai konsekuensi pembiayaan defisit APBN tahun berjalan dan periode sebelumnya.
Pembayaran kewajiban utang pada Juni 2017 mencapai Rp26,89 triliun, yang terdiri dari pembayaran pokok utang yang jatuh tempo Rp18,91 triliun dan pembayaran bunga utang Rp7,98 triliun.
Pemerintah memastikan tetap berupaya untuk mengelola risiko utang dengan baik, termasuk risiko pembiayaan kembali, risiko tingkat bunga, dan risiko nilai tukar.
Indikator risiko utang pada bulan Juni 2017 menunjukkan bahwa rasio utang dengan tingkat bunga mengambang (variable rate) mencapai 11,2 persen dari total utang.
Sedangkan dalam hal risiko tingkat nilai tukar, rasio utang dalam mata uang asing terhadap total utang adalah mencapai 40,8 persen.
Sementara itu, Average Time to Maturity (ATM) tercatat mencapai 8,9 tahun, dengan utang jatuh tempo dalam lima tahun sebesar 39,1 persen dari total outstanding.