Rupiah Selasa sore menguat ke Rp13.530
Analis PT Platon Niaga Berjangka Lukman Leong di Jakarta, Selasa mengatakan bahwa dolar AS bergerak mendatar dengan kecenderungan melemah terhadap mayoritas mata uang dunia, termasuk rupiah. Faktor teknikal, menjadi salah satu faktor yang memicu laju dolar AS tertahan.
"Sebagian pelaku pasar merealisasikan keuntungannya setelah dolar AS mengalami peningkatan dalam beberapa hari terakhir ini," katanya.
Ia menambahkan bahwa sentimen dari dalam negeri mengenai inflasi September yang relatif terkendali juga masih menjadi salah satu faktor positif bagi rupiah meski terbatas. BPS mencatat pada September 2017 mengalami inflasi 0,13 persen. Sehingga tingkat inflasi tahun kalender (Januari-September) 2017 sebesar 2,66 persen dan tingkat inflasi tahun ke tahun (September 2017 terhadap September 2016) sebesar 3,72 persen.
"Dengan demikian, apresiasi rupiah diperkirakan bersifat jangka pendek mengingat sentimen kenaikan suku bunga The Fed pada akhir tahun ni cukup kuat," katanya.
Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan bahwa ruang penguatan dolar AS masih terbuka karena peluang kenaikan suku bunga The Fed serta rencana kebijakan reformasi pajak masih cukup besar mengingat sejumlah data-data ekonomi Amerika Serikat cukup mendukung.
"Sikap optimisme pelaku pasar terhadap kenaikan suku bunga dan kebijakan reformasi pajak cukup kuat menyusul data indeks pembelian ISM Manufaktur yang meningkat, katanya.
Ia mengemukakan bahwa data indeks pembelian ISM manufaktur AS awal Oktober memperlihatkan kenaikan, mencapai 60.8, lebih dari estimasi 57.9 dan bulan sebelumnya 58.8, menunjukan level yang optimis.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Selasa ini (3/10) mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah ke posisi Rp13.582 dibandingkan posisi sebelumnya Rp13.499 per dolar AS.