Jambi (Antaranews Jambi) - Head of Strategic Partnership and Land Stabilization Division PT Restorasi Ekositem Indonesia (Reki), Adam Aziz menyatakan sebagian besar wilayah Hutan Harapan di Jambi dan Sumatera Selatan yang terbakar berada di area konflik.
"Dari peta satelit dan pantauan langsung tim di lapangan, semua hotspot berada di area konflik yakni di area perambahan masyarakat yang belum bermitra dengan Hutan Harapan. Untuk area masyarakat yang sudah bermitra relatif tidak ada kebakaran," katanya di Jambi, Selasa.
kebakaran
Adam mengatakan sejak Januari 2018, terpantau sebanyak 33 hotspot dalam kawasan Hutan Harapan dan luas area yang terbakar mencapai 83 hektar.
Kebakaran terluas di kawasan restorasi ekosistem yang dikelola oleh PT Reki itu terjadi pada Agustus, yakni seluas 63 hektar di 11 hotspot.
"Hotspot diketahui dari peta satelit, laporan Satgas Karhutla, laporan masyarakat serta patroli dan pantauan langsung tim damkar Hutan Harapan," katanya.
Kebakaran seluas 63 hektar pada Agustus terjadi sebagian besar di Pangkalan Ranjau, Hulu Badak dan Tanjung Mandiri dan sekitarnya. Terbanyak di Pangkalan Ranjau, wilayah klaim kelompok Serikat Petani Indonesia (SPI) dan Kelompok Jufri dampingan AGRA.
Dijelaskannya, terdapat 22 kelompok masyarakat yang mengklaim lahan di Hutan Harapan, yakni 15 kelompok di wilayah Jambi dan 6 kelompok di wilayah Sumsel.
"Jika mengacu kepada Permen LHK No 83 Tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial dan Permen LHK No 84 Tahun 2015 tentang Penanganan Konflik Tenurial, penyelesaian konflik lahan di areal konsesi perusahaan harus dilakukan melalui kemitraan kehutanan," katanya menjelaskan.
Adam menyebutkan saat ini sebanyak delapan kelompok sudah menandatangani kesepakatan kemitraan dengan PT Reki, sisanya dalam proses resolusi konflik melalui mediasi dan negosiasi. Kelompok Jufri dan SPI belum menyepakati kemitraan atau masih dalam proses mediasi.
Kelompok Jufri katanya berjumlah 311 KK yang mengklaim area seluas 1.150 hektare, sedangkan kelompok SPI Wilayah Jambi dengan anggota 518 KK mengklaim seluas 1.917 hektare.
"Kelompok masyarakat tertentu berupaya menghalangi akses staf PT Reki untuk patroli pengamanan kawasan dan pencegahan serta pemadaman kebakaran hutan di Pangkalan Ranjau dan sekitarnya. Mereka merusak dan membakar jembatan yang dibuat dan menghadang perbaikan jalan oleh tim PT Reki. Mereka juga menutup akses dengan membangun gerbang/portal," katanya.
Adam meminta masyarakat dan semua pihak mengawasi para penggarap hutan agar tidak melakukan pembakaran lahan. Apalagi pencegahan kebakaran telah menjadi kesepakatan awal masyarakat di hadapan pejabat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Adam juga meminta dukungan pemerintah melakukan penegakan hukum terhadap para perusak dan pembakar Hutan Harapan.
Adam juga mengatakan, dalam melakukan pemadaman, manajemen Hutan Harapan berkoordinasi dengan Satgas Karhutla Provinsi Jambi, Sumsel, kabupaten dan memberikan laporan ke KLHK.
Di Hutan Harapan, lanjutnya, tersedia sebanyak 46 embung alami berupa sungai dan danau dan 22 embung buatan (gali dan tangki).
"Sebanyak enam regu pemadam kebakaran dengan sekitar 50 personel juga disiagakan dan sewaktu-waktu bisa ditambah dengan karyawan di bagian lain," katanya lagi.
Sementara peralatan damkar PT Reki didukung dengan lima unit mesin pompa air mark-3 wildfire 27 kilogram yang mampu menyemprotkan air dengan 14 cabang selang masing-masing sepanjang 40 meter secara bersamaan.
Kemudian ada pula lima unit mesin pompa mini striker 9 kilogram yang mampu menyemprotkan air dengan selang sepanjang 30 meter dengan lima cabang secara bersamaan dan dua unit mesin pompa CET 20hp PFP 86 kilogram.
Seperti diketahui, aktivitas dalam konsesi PT Reki yang berada di dua provinsi yakni Jambi dan Sumsel ini antara lain adalah pemulihan hutan dengan pengayaan dan penanaman yang meningkatkan potensi vegetasi, baik untuk produksi maupun perbaikan habitat satwa liar.
Kegiatan lainnya adalah pemanfaatan potensi jasa ekosistem yang disediakan oleh hutan alami yang sehat, air dan udara bersih, pencegahan banjir, jasa ekowisata dan pemanfaatkan hasil hutan bukankayu (HHBK).
Pengelolaan Hutan Harapan didukung oleh Burung Indonesia, Birdlife International dan Royal Society for the Protection of Birds.
Hutan Harapan adalah tempat hidup lebih dari 307 jenis burung, 64 jenis mamalia, 123 jenis ikan, 55 jenis amfibi, 71 jenis reptil dan 917 jenis pohon.
Sebagian flora dan fauna tersebut tidak ditemukan di hutan lainnya di Indonesia bahkan di dunia. Sebagian lagi sudah sangat langka dan terancam punah, seperti Harimau sumatera, Gajah asia, Beruang madu, ungko, Bangau storm, rangkong, pohon jelutung, bulian, tembesu dan keruing.
Masyarakat Batin Sembilan di kawasan itu adalah kelompok masyarakat yang hidup di alam bebas yang memiliki kearifan sendiri dalam mengelola hutan.
Mereka memanfaatkan Hutan Harapan dengan mengambil hasil hutan bukan kayu, seperti rotan, jerenang, madu sialang, getah jelutung, damar, serta tanaman obat-obatan. Hutan Harapan menjadi kawasan hidup dan jelajah sekitar 300 kepala keluarga Batin Sembilan.***
Reki: Hutan Harapan terbakar sebagian di area konflik
Selasa, 21 Agustus 2018 11:01 WIB