Jakarta (ANTARA) - Presiden Joko Widodo menargetkan angka stunting (kondisi balita gagal tumbuh) berkurang hingga menjadi 14 persen pada 5 tahun ke depan.
"Angka stunting kita tinggi, dulu masuk 37 persen dan selama lima tahun terakhir bisa turun menjadi kurang lebih 27 persen. Selanjutnya 5 tahun ke depan bila dari Bappenas meminta targetnya 19 persen, saya masih tidak mau, saya ngotot (turun) ke 14 persen," kata Presiden Joko Widodo dalam Pembukaan Kompas100 CEO Forum tahun 2019 di Jakarta, Kamis.
Baca juga: Menkes minta para Kadinkes perhatikan stunting dan AKI
Baca juga: The Habibie Center tawarkan 7 terobosan kebijakan atasi stunting
Baca juga: Turunkan "stunting", tiga mahasiswa IPB rancang aplikasi "Gizind"
Presiden Jokowi menyampaikan hal tersebut saat memaparkan lima prioritas kerja untuk pemerintahan periode 2019-2024.
"Prioritas pertama pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) ini paling sulit, tidak gampang menyelesaikan masalah SDM. Setelah 5 tahun yang lalu kita bekerja keras fokus di pembangunan infrastruktur meski 5 tahun ke depan kita tetap lanjutkan infrastruktur tapi fokus kita adalah pembangunan SDM, pembangunan infrastruktur, penyederhanaan aturan melalui 'omnibus law', penyederhanaan birokrasi dan terakhir transformasi ekonomi," jelas Presiden.
Presiden mengakui bahwa tugas paling berat adalah dalam pembangunan SDM.
"Paling berat untuk pembangunan SDM, karena laporan Bank Dunia, 54 persen dari pekerja-pekerja kita dulunya adalah balita yang mengalami stunting ini angka yang sangat besar oleh sebab itu stunting menjadi program kita untuk membangun SDM," ungkap Presiden.
Ia menilai bahwa target pengurangan tingkat stunting hingga 14 persen tidak mustahil tercapai bila semua bekerja keras.
"Karena kalau dikerjakan terus bukan sesuatu yang sulit didapat tapi memang perlu kerja keras dan fokus untuk mempertajam, menutup masalah-masalah yang harus kita kerjakan," tambah Presiden.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Stunting mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan otak.
Anak stunting juga memiliki risiko lebih tinggi menderita penyakit kronis di masa dewasanya, bahkan stunting dan malnutrisi diperkirakan berkontribusi pada berkurangnya 2-3 persen Produk Domestik Bruto (PDB) setiap tahunnya.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan 30,8 persen atau sekitar 7 juta balita menderita stunting dibanding data pada 2013 yang menunjukkan stunting balita mencapai 37,2 persen.
Sedangkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menempatkan Indonesia sebagai negara ketiga dengan angka prevalensi stunting tertinggi di Asia pada 2017 yaitu mencapai 36,4 persen. Sedangkan menurut data Riskesdas 2018, angka stunting di Indonesia menurun hingga 23,6 persen.