Jakarta (ANTARA) - Pengumuman yang direncanakan Presiden Joe Biden pada Rabu tentang penarikan lengkap pasukan Amerika Serikat (AS) dari Afghanistan pada 11 September bertujuan untuk menutup buku tentang sejarah perang terpanjang Amerika.
Ketika para pejabat mengungkapkan rencana Biden untuk mengumumkan penarikan pasukan AS, komunitas intelijen AS pada Selasa (13/4) menyampaikan kembali kekhawatiran mendalam mereka tentang prospek pemerintah di Kabul yang didukung AS, yang bergantung pada kualitas yang terkikis.
"Pemerintah Afghanistan akan berjuang untuk menahan Taliban jika koalisi menarik dukungan. Kabul terus menghadapi kemunduran di medan perang, dan Taliban yakin bisa mencapai kemenangan militer," kata pihak intelijen AS, yang dikirim ke Kongres.
Baca juga: Biden jajaki pertahankan pasukan kotraterorisme AS di Afghanistan
Baca juga: Afghanistan minta pembicaraan dengan Taliban tidak berhenti di Qatar
Biden pada Rabu berencana untuk mengumumkan di Gedung Putih bahwa semua pasukan AS di Afghanistan akan ditarik selambat-lambatnya 11 September, kata sejumlah pejabat senior AS.
Pemilihan 11 September merupakan tanggal yang sangat simbolis, yakni menandai 20 tahun sebelum hari serangan al Qaeda di Amerika Serikat, yang mendorong Presiden George W. Bush untuk melancarkan konflik.
Perang di Afghanistan tersebut telah merenggut nyawa 2.400 tentara pasukan Amerika dan menghabiskan sekitar 2 triliun dolar AS (Rp29,2 kuadriliun).
Presiden dari Partai Demokrat Joe Biden telah menghadapi batas waktu penarikan pasukan AS dari Afghanistan pada 1 Mei, yang ditetapkan oleh pendahulunya dari Partai Republik, Donald Trump, yang mencoba tetapi gagal menarik pasukan AS sebelum dia meninggalkan Gedung Putih.
Keputusan Biden akan mempertahankan 2.500 tentara AS di Afghanistan melewati batas waktu 1 Mei itu, tetapi para pejabat menyarankan pasukan dapat sepenuhnya ditarik sebelum 11 September. Jumlah pasukan AS di Afghanistan mencapai puncaknya pada lebih dari 100.000 pada 2011.
"Tidak ada solusi militer untuk masalah yang mengganggu Afghanistan, dan kami akan memfokuskan upaya kami untuk mendukung proses perdamaian yang sedang berlangsung," kata seorang pejabat senior pemerintah AS.
Namun, masih belum jelas bagaimana langkah Biden itu akan mempengaruhi jalannya konferensi tingkat tinggi (KTT) selama 10 hari yang direncanakan untuk membahas tentang Afghanistan. KTT itu akan dimulai pada 24 April di Istanbul dan akan menyertakan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Qatar.
Taliban, yang digulingkan dari kekuasaan pada 2001 oleh pasukan pimpinan AS, mengatakan tidak akan mengambil bagian dalam KTT apa pun yang akan membuat keputusan tentang Afghanistan sampai semua pasukan asing meninggalkan negara itu.
Sejumlah kritikus mengatakan rencana penarikan pasukan AS itu tampaknya menyerahkan Afghanistan ke nasib yang tidak pasti, sesuatu yang menurut para ahli mungkin tak terhindarkan.
"Tidak ada cara yang baik bagi AS untuk menarik diri dari Afghanistan. Tidak dapat mengklaim kemenangan, dan tidak dapat menunggu tanpa batas waktu untuk beberapa bentuk perdamaian," kata Anthony Cordesman dari kelompok pemikir Pusat Studi Strategis dan Internasional di Washington.
Senator Partai Demokrat Jack Reed, yang juga ketua Komite Angkatan Bersenjata Senat AS, menyebut penarikan pasukan AS itu keputusan yang sangat sulit bagi Biden.
"Tidak ada jawaban yang mudah," kata Reed.
Para pejabat AS bisa saja mengklaim bahwa bertahun-tahun lalu telah menghancurkan kepemimpinan inti al Qaeda di wilayah tersebut. Namun, hubungan antara unsur Taliban dan al Qaeda tetap ada.
Dengan menarik diri tanpa kemenangan yang jelas, Amerika Serikat membuka dirinya untuk kritik bahwa penarikan diri adalah pengakuan kegagalan secara sesungguhnya (de facto).
Perang di Afghanistan dimulai untuk pencarian pemimpin al Qaeda Osama bin Laden setelah serangan 11 September kelompok militan itu, ketika para pembajak menabrakkan pesawat ke World Trade Center di New York City dan Pentagon di luar Washington. Peristiwa itu menewaskan hampir 3.000 orang.
Kemudian Bin Laden dibunuh oleh tim komando AS di persembunyiannya di Pakistan pada 2011.
Beberapa presiden AS berturut-turut berusaha untuk melepaskan diri dari Afghanistan, tetapi harapan itu dikacaukan oleh kekhawatiran tentang pasukan keamanan Afghanistan, korupsi endemik di Afghanistan dan ketahanan pemberontakan Taliban yang menikmati tempat berlindung yang aman di seberang perbatasan di Pakistan.
Pemimpin Senat Partai Republik Mitch McConnell menuduh Biden berencana untuk "berbalik dan meninggalkan pertempuran di Afghanistan."
"Menarik pasukan AS secara tiba-tiba dari Afghanistan adalah kesalahan besar," kata McConnell, yang juga menambahkan bahwa operasi kontraterorisme yang efektif membutuhkan kehadiran dan mitra di lapangan.
Bahkan sekutu Biden di Kongres AS pada Selasa mencemaskan dampak penarikan pasukan AS terhadap hak asasi manusia, mengingat kemajuan - terutama bagi wanita dan anak perempuan - yang telah dicapai di Afghanistan dalam dua dekade terakhir.
Namun, pejabat senior pemerintah mengatakan pasukan AS bukanlah solusi terbaik untuk mempertahankan capaian dalam pelindungan hak asasi manusia, dan menekankan bahwa "langkah-langkah diplomatik, bantuan kemanusiaan dan ekonomi yang agresif" diperlukan sebagai gantinya.
Sumber: Reuters
Baca juga: Menlu Rusia kunjungi Pakistan untuk bahas perdamaian Afghanistan
Baca juga: Perempuan polisi di Afghanistan tewas diserang