Jakarta (ANTARA) - Tujuh tahun sudah sejak Presiden Joko Widodo mencanangkan program sejuta rumah di Ungaran Jawa Tengah.
Seperti diketahui semakin padatnya penduduk terutama di kota-kota besar termasuk DKI Jakarta membuat harga rumah semakin tidak terkendali.
Berbagai skema pembiayaan termasuk subsidi digulirkan agar mereka yang penghasilannya "pas-pasan" bisa mengejar harga rumah.
Total selisih antara jumlah kepala keluarga (KK) dengan jumlah rumah yang ada (backlog) bagi masyarakat pada tahun ini, menurut perkiraan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencapai 11 juta terdiri dari rumah baru dan rumah tidak layak huni.
Kementerian ini telah menggulirkan sejumlah skema bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah agar bisa membeli rumah.
Skemanya antara lain fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP), subsidi selisih bunga (SSB) dan subsidi bantuan uang muka (SBUM).
Tak hanya itu, pemerintah juga mendirikan tabungan perumahan rakyat (Tapera). Tugasnya menghimpun dana masyarakat (seperti halnya tabungan) untuk nantinya dapat dipergunakan untuk membantu masyarakat dalam memiliki rumah melalui skema subsidi yang selama ini sudah digulirkan pemerintah.
Baca juga: KPR masih menjadi andalan beli rumah
Peserta Tapera berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) 25 tahun 2020 tentang Tapera adalah karyawan/pekerja swasta, karyawan/pekerja BUMN, prajurit TNI/ Polri, aparatur sipil negara (ASN), bahkan ke depan wadah ini di desain untuk pekerja sektor informal dan masyarakat umum.
Mengingat Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil (Bapertarum-PNS) yang paling siap untuk dilebur ke dalam Tapera maka program layanan, sementara ini ditujukan kepada PNS/ASN.
Namun ke depan dana-dana perumahan yang selama ini terdapat di BPJS Ketenagakerjaan untuk karyawan swasta dan ASABRI untuk prajurit TNI/ Polri bisa ditempatkan di Tapera.
Sebagai modal awal, pemerintah menyuntikkan dana sebesar Rp2,5 triliun. Sebelum bergabung, Bapertarum-PNS memiliki sekitar 6,7 juta orang peserta, baik aktif maupun yang telah pensiun, dengan dana kelolaan Rp12 triliun.
Dengan demikian dapat dibayangkan dana yang bakal dihimpun Tapera ke depannya apabila seluruh dana-dana perumahan dapat dihimpun.
Dana tersebut dapat dimanfaatkan bagi peserta untuk mendapatkan fasilitas kredit pemilikan, renovasi dan bangun rumah dengan bunga terjangkau.
Tak hanya itu, Tapera dalam tugasnya tidak hanya menghimpun dana-dana masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, namun masyarakat berpenghasilan menengah ke atas juga bisa memanfaatkan layanannya.
Seperti halnya layanan perbankan, Tapera juga berkewajiban meningkatkan dana kelolaannya agar memberikan manfaat bagi peserta.
Baca juga: Keberlanjutan perumahan berbasis komunitas di tengah pandemi
Peserta selain mendapat fasilitas pembiayaan perumahan juga dimungkinkan untuk mendapatkan tambahan dana saat pensiun nantinya.
Potensi ASN
Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi jumlah ASN saat ini sudah di atas empat juta, sedangkan setiap tahun jumlah yang direkrut sebanyak satu juta untuk menggantikan yang pensiun.
Dengan asumsi setiap tahun terdapat satu juta ASN baru, baik di pusat maupun di daerah berarti terdapat potensi satu juta lebih ASN yang perlu difasilitasi pembiayaan rumahnya setiap tahun.
Angka ini belum termasuk prajurit TNI/ Polri serta pekerja (swasta/ BUMN) yang juga tersebar di berbagai daerah. Potensi ini tentunya menjadi peluang bagi Tapera untuk merealisasikan program sejuta rumah.
Komisioner Badan Pengelola (BP) Tapera Adi Setianto menyatakan kesiapannya untuk mengelola potensi sebesar itu mulai dari penempatan dana hingga penyaluran sudah disiapkan seluruhnya berbasis teknologi digital.
Adi mengatakan penerima manfaat dalam berurusan dengan Tapera tidak perlu secara fisik bertemu. Semuanya berbasis aplikasi dengan fitur yang lebih mudah dan nyaman.
Termasuk dalam hal ini soal penempatan dana. Regulasi sudah jelas mengatur proses pengelolaan dana Tapera yang mencakup kegiatan pengerahan, pemupukan dan pemanfaatan untuk pembiayaan perumahan.
Semuanya, jelas Adi dibuat berdasarkan sistem dengan memanfaatkan data besar (big data) dan kecerdasan buatan dengan tujuan meminimalkan terjadinya penyalahgunaan atau pelanggaran lainnya.
Baca juga: Rumah idaman bagi keluarga muda
Sementara itu, Direktur Hubungan Kelembagaan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Sis Apik Wijayanto mengatakan keberhasilan Tapera dalam mewujudkan program sejuta rumah sangat bergantung kepada kerja sama dengan perbankan untuk menyalurkan kredit dengan tingkat bunga murah kepada pesertanya.
Kondisi demikian karena perbankan selama ini juga merupakan perpanjangan pemerintah dalam menyalurkan fasilitas kredit seperti FLPP, SSB, maupun SBUM.
Perbankan selama ini juga menyalurkan kredit konstruksi bagi pengembang melalui skema paket kerja sama pembiayaan pembangunan perumahan sampai kepada penjualan.
Lebih jauh Ketua Umum DPP REI Paulus Totok Lusida mengatakan BP Tapera harus menempatkan dana Tapera di bank, dengan begitu bank memiliki kecukupan likuiditas untuk menurunkan suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR).
Pemerintah juga perlu menjamin agar bunga pinjaman dari dana jangka panjang tersebut tidak tinggi (sama dengan tingkat inflasi).
Ketersediaan dana ini diharapkan dapat mendukung penyediaan rumah bagi kelompok sasaran Tapera yakni ASN, TNI, Polri dan pekerja.
Realisasi
Sebagai langkah awal kerja dari Tapera ini diwujudkan melalui kerja sama dengan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk mewakili perbankan dan Perum Perumnas mewakili pengembang penyedia perumahan.
Dengan langkah tersebut menjadi model penyaluran Tapera bagi PNS yang menjadi sasaran program pertamanya. Bahkan langkah awal ini ditargetkan dapat membiayai 11 ribu unit rumah melalui fasilitas KPR.
Baca juga: Menteri PUPR: Harus dihilangkan persepsi rumah subsidi, rumah murahan
Adi Setianto mengatakan melalui sinergi bersama Bank BTN dan Perumnas tersebut, lanjutnya, menjadi wujud komitmen BP Tapera untuk bergerak cepat memenuhi kebutuhan perumahan rakyat.
Adi menjelaskan dengan hadirnya kolaborasi tersebut, BP Tapera bersama Bank BTN dan Perumnas akan segera menyalurkan pembiayaan tabungan perumahan rakyat.
Proyek inisiasi tersebut akan menjadi tonggak sejarah sekaligus batu lompatan untuk mencapai target pemenuhan kebutuhan rumah rakyat Indonesia.
Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Haru Koesmahargyo menyatakan kesiapannya untuk mendukung program perdana tersebut dengan melakukan inovasi menghadirkan produk KPR Tapera.
Haru menyatakan untuk membantu BP Tapera untuk mewujudkan mimpi masyarakat Indonesia memiliki rumah yang layak huni.
Selain penyaluran KPR Tapera, Bank BTN siap berinovasi untuk terus berkolaborasi dengan BP Tapera untuk mempercepat pemilikan rumah impian bagi masyarakat Indonesia.
KPR Tapera, menawarkan tiga skema pembiayaan sesuai kelompok penghasilan. Untuk kelompok Penghasilan I dengan penghasilan di bawah Rp4 juta akan mendapatkan suku bunga KPR sebesar lima persen dengan bunga tetap (fixed rate) selama 30 tahun.
Pada kelompok penghasilan II dengan penghasilan berkisar Rp4 juta-Rp6 juta dikenakan bunga tetap KPR enam persen selama 20 tahun.
Baca juga: Pakar: Negara harus hadir agar MBR jangkau rumah murah
Kemudian, untuk kelompok penghasilan III dengan penghasilan Rp6 juta-Rp8 juta dapat mengakses KPR dengan bunga tetap tujuh persen selama 20 tahun.
Adapun, untuk dapat mengakses KPR Tapera, masyarakat diwajibkan untuk memenuhi ketentuan dan persyaratan untuk mendapatkan pembiayaan Tapera seperti peserta masuk ke dalam golongan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), belum memiliki rumah, menjadi peserta aktif dan lancar membayar simpanan peserta selama 12 bulan.
Harga rumah yang dapat dimiliki peserta aktif Tapera beragam mulai dari Rp112 juta hingga Rp292 juta.
Perumnas pun turut menyambut baik sinergi proyek inisiasi penyaluran pembiayaan Tapera ini.
Melalui portofolio pembangunan dan penyediaan perumahan yang tersebar di seluruh kota Indonesia selama ini, Perumnas selalu sigap mendukung segala bentuk sinergi agar kebutuhan akan perumahan dapat segera terserap oleh masyarakat.
Direktur Utama Perum Perumnas, Budi Saddewa Soediro mengatakan program ini sejalan dengan misi Perumnas dalam penyediaan hunian untuk segmen menengah bawah.
Hal ini terbukti bahwa target pembangunan rumah subsidi sepanjang 2021 meningkat menjadi sekitar 30 persen dari total unit hunian terbangun.
Hal itu menandakan Perumnas semakin serius menggarap segmen menengah bawah dari target sebelumnya sekitar 20 persen untuk unit hunian subsidi, kata Budi.
Baca juga: Ketika kalangan kampus sentuh kebutuhan rakyat akan rumah murah
Optimisme pemangku (stakeholder) perumahan diharap dapat terwujud melalui program pertama ini tanpa kendala.
Apabila berlanjut maka sasaran berikutnya adalah pekerja dan masyarakat umum yang akan lebih mudah lagi membeli rumah.