Jakarta (ANTARA) - Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional, Letnan Jenderal TNI (Purnawirawan) Agus Widjojo, menyebut, ketika presiden di suatu negara berasal dari kalangan sipil maka jangan terlalu mudah memberikan kesempatan militer masuk ke urusan domestik.
“Coba pakai sistem administrasi sipil dulu,” kata dia, dalam buku Tentara Kok Mikir: Inspirasi Out Of The Box Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo sebagaimana dikutip dari keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Baca juga: Peran Agus Widjojo dalam reformasi TNI dituangkan dalam sebuah buku
Hal itu dia katakan sebagai bagian dari salah satu pemikirannya terkait reformasi militer dan profesionalisme TNI dan dituangkan ke dalam buku Tentara Kok Mikir: Inspirasi Out Of The Box Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo yang diluncurkan pada Rabu (25/8) di Kantor Lembaga Ketahanan Nasional, Jakarta.
Selain tidak mudah memberikan kesempatan TNI untuk masuk ke urusan domestik, pemikiran dia terkait reformasi militer yang beririsan dengan demokrasi lainnya adalah tidak melihat sistem politik dari peraturan, anggaran atau ekonomi, melainkan harus dilihat dari aspek budaya.
"Ada banyak negara yang demokrasinya tidak kuat bukan hanya gara-gara sistem ekonomi, tapi karena budayanya," ujar dia.
Baca juga: Keberadaan Lemhannas tidak dapat dilepaskan dari dinamika geopolitik
Ia juga menyatakan stabilitas demokrasi dapat berjalan dengan stabil apabila telah ada beberapa kali Pemilu.
Sementara itu, bersamaan dengan peluncuran buku Tentara Kok Mikir: Inspirasi Out Of The Box Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo, aktivis Dimas Oki Nugroho mengatakan, tantangan demokrasi Indonesia saat ini adalah sipil profesional dan kepemimpinan yang mampu menjembatani. Menurut dia, dua sikap itu dapat dipelajari sipil dari militer.
"Tantangan demokrasi bukan profesionalisme TNI atau militer, tetapi profesionalisme sipil dalam berdemokrasi dan menjaga negara karena berbicara tentang sustainability atau keberlanjutan negara," ujar dia.
Baca juga: Agus Widjojo paparkan lima capaian Lemhannas tahun 2020
Kalangan sipil, lanjut dia, harus siap menjadi pemimpin karena demokratisasi mensyaratkan tanggung jawab yang sama dari seluruh warga negara dari tuntutan perubahan.
Ia juga mengatakan karakteristik kepemimpinan ada yang memiliki kekuatan dalam konsep, ada yang kuat dalam implementasi, dan ada yang memiliki keduanya.
Baca juga: Gubernur Lemhannas sebut dinasti politik hambat konsolidasi demokrasi
Dalam kesempatan itu dia melihat kepemimpinan yang kuat dalam konsep dan implementasi ada dalam sosok Widjojo.
"Pak Agus memberikan jembatan antara modal sosial di masyarakat, bridging social capital instead of bonding social capital. Bridging social capital adalah modal sosial yang mampu menjembatani fragmen masyarakat yang dibutuhkan Indonesia," kata Nugroho.