Jakarta (ANTARA) - Memasuki era disrupsi teknologi digital, dunia dituntut beradaptasi dengan segala bentuk digitalisasi yang fundamental dan masif, bahkan situasi pandemi COVID-19 pun semakin mendorong transformasi digital segera diwujudkan secara menyeluruh ke dalam berbagai aspek kehidupan.
Sejauh ini, kesadaran pemerintah terhadap pentingnya beradaptasi dengan teknologi digital dapat dikatakan telah muncul. Berbagai kementerian atau lembaga mulai menyuarakan komitmennya untuk beralih, bahkan mengakselerasi pemanfaatan teknologi dalam memberikan pelayanan publik.
Meskipun begitu, tidak dapat dipungkiri bahwa ada sejumlah tantangan yang perlu dihadapi dan metode yang tepat untuk diterapkan dengan sebaik mungkin.
Baca juga: Airlangga sebut digitalisasi pelayanan pemda mampu tingkatkan PAD
Kerangka kerja produk digital pemerintah
Menurut Peneliti dan Pengamat Transformasi Digital Tasha Nastiti saat menjadi pembicara dalam webinar Innovation Day Direktorat Digital Business Telkom bertajuk “Mengawal Dinamika Pengembangan Produk Digital Pemerintah” yang dipantau dari Jakarta, Kamis, pengembangan produk digital pemerintah yang baik membutuhkan tiga kerangka kerja (framework).
Kerangka tersebut juga berfungsi membedakan produk digital untuk keperluan bisnis dengan produk digital untuk pelayanan publik.
Tasha juga menekankan produk digital publik yang memanfaatkan kerangka kerja tersendiri bertujuan untuk menyediakan layanan yang berkualitas bagi masyarakat melalui dukungan teknologi.
Kerangka kerja produk digital pemerintah meliputi regulasi, kebutuhan publik, dan stage budget atau anggaran. Akan tetapi, penerapan ketiga kerangka kerja itu dalam mewujudkan produk digital publik memiliki konsekuensinya masing-masing.
Pertama, diperlukan penetapan regulasi dan sumber daya negara yang cukup untuk mendukung penerapan produk digital pemerintah. Kedua, persiapan terhadap intervensi teknologi berskala besar dan risiko tinggi dalam pengembangan karena adanya keberagaman kebutuhan dan latar belakang publik di Indonesia yang majemuk. Ketiga, tidak ada kata berhenti dalam proses pengembangan produk digital publik.
Tasha mengambil contoh dari produk digital yang tengah ia bangun, yaitu Aplikasi Rencana dan Kegiatan Sekolah (Arkas) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) yang dapat mencatat dan melaporkan pengelolaan dana bantuan operasional sekolah (BOS) sebagai bentuk akuntabilitas sekolah.
Dalam pembentukan Arkas, produk digital itu memiliki enam landasan regulasi dari peraturan perundang-undangan turunan.
Pertama, ada Permendikbud Nomor 6 tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Bantuan Operasional Sekolah Reguler. Kedua adalah permendikbud Nomor 16 Tahun 2021 tentang petunjuk teknis pengelolaan BOS Kinerja dan BOS Afirmasi Tahun Anggaran 2021. Ketiga adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.07/2020 tentang Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Nonfisik.
Ada pula Permendagri Nomor 108 Tahun 2018 tentang Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik Daerah, Permendagri Nomor 24 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Dana Bantuan Operasionan Sekolah pada Pemerintah Daerah, dan Kepmendagri 050-3708 Tahun 2020 tentang Hasil Verifikasi dan Validasi Pemutakhiran Klasifikasi, Kodifikasi, dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah.
Dari regulasi yang telah ditetapkan dan pemahaman terhadap seluruh amanat peraturan perundang-undangan itu, pengembangan produk Arkas selanjutnya diselaraskan dengan kerangka kerja yang kedua, yaitu kebutuhan publik. Dengan demikian, disimpulkan tiga prinsip pengembangan produk Arkas, yaitu dapat digunakan secara independen, memberikan sinyal mitigasi eror yang cepat, dan memunculkan respons timbal balik yang mengacu pada regulasi.
Berlanjut pada kerangka kerja ketiga, yakni stage budget, pembiayaan produk digital pemerintahan dipastikan menggunakan penganggaran yang tepat dan diperlukan pengawalan akuntabilitas serta transparansi dalam proses pelaporannya.
Baca juga: Apindo : Digitalisasi buat pajak daerah lebih efisien
Tantangan pembangunan produk digital pemerintah
Dalam membangun berbagai produk digital yang diperuntukkan sebagai wujud pelayanan publik, pembangunan teknologi yang belum merata di Indonesia menjadi salah satu tantangan yang dihadapi oleh pemerintah.
Anggota Tim Policy and Transformation Telkom Sharon Khanty L mengatakan beberapa daerah terdepan, terpencil, dan tertinggal (3T) yang susah mengakses internet mengalami kendala dalam memanfaatkan produk digital dari pemerintah.
Untuk itu, transformasi digital dalam ranah pemerintahan pun memang harus dilakukan secara perlahan dan bertahap melalui pembangunan berbagai sarana serta prasarana pendukung. Selain itu, di dalamnya diperlukan pendampingan dan pembinaan terhadap calon pengguna.
Sharon mengambil contoh produk yang ia kembangkan, yakni Platform Merdeka Mengajar sebagai alat bantu guru dalam menjalankan pembelajaran dengan paradigma baru. Untuk mengoptimalkan manfaat dari aplikasi itu, dilakukan pendampingan dan pembinaan terhadap para penggunanya, mulai dari guru, kepala sekolah, hingga tim operator.
Selain itu, diperlukan pula penerapan landasan regulasi yang tepat agar segala hal yang digitalisasi tersebut dapat digunakan secara sah, khususnya di mata hukum.
Inovasi dalam menciptakan produk yang dapat diakses tanpa internet pun dapat menjadi salah satu jalan alternatif untuk mengatasi masalah keterbatasan akses internet yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia.
Baca juga: Wapres: "Mindset" ASN harus diubah dalam digitalisasi pelayanan publik
Manfaat transformasi digital
Di samping kendala dan tantangan yang ada, tidak dapat diabaikan bahwa transformasi digital dalam ranah pemerintahan melalui berbagai produk yang memanfaatkan kecanggihan teknologi menghadirkan beragam manfaat. Salah satunya adalah penghematan anggaran.
Contohnya melalui Platform Guru Mengajar, perangkat ajar seperti rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang dicetak sebagai laporan untuk diserahkan kepada dinas pendidikan dapat dialihkan ke dalam bentuk digital sehingga dapat menghemat pengeluaran anggaran.
Selain itu, pemanfaatan produk digital juga dapat meningkatkan efektivitas waktu bekerja.
Dengan kata lain, secara garis besar, kecanggihan teknologi di era disrupsi ini dapat membawa manfaat yang besar bagi peningkatan pelayanan publik di Tanah Air.
Namun tentunya, manfaat tersebut tidak dapat hadir begitu saja melalui keberadaan produk digital. Ada beberapa upaya lain yang perlu dilakukan, seperti langkah yang tepat dalam penentuan regulasi, pendanaan yang transparan dan akuntabel, penyesuaian terhadap kebutuhan publik, dan dukungan yang positif dari masyarakat.
Seperti yang dikatakan oleh Tasha Nastiti, hindarilah pemberian stigma negatif kepada pemerintah karena pada intinya baik pemerintah maupun masyarakat, seluruhnya tengah berada pada proses transformasi besar dan dukungan terhadap perubahan digital itu harus selalu dikedepankan.