Jakarta (ANTARA) - Konsul Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah Eko Hartono mengatakan pelaksanaan umrah bagi calon jamaah asal Indonesia masih terkendala visa elektronik (e-visa) yang hingga kini masih belum terbaca oleh sistem yang dikembangkan Arab Saudi.
Sebelumnya, Pemerintah Arab Saudi mengembangkan aplikasi Tawakalna, serupa seperti PeduliLindungi di Indonesia. Dalam aplikasi Tawakalna ini belum bisa membaca vaksin dari China seperti Sinovac maupun Sinopharm, baru empat jenis vaksin saja yang diakui Arab Saudi; Moderna, AstraZeneca, Pfizer, dan Jhonson and Jhonson.
Begitu pula saat akan melakukan registrasi e-visa. E-visa umrah belum terintegrasi dengan data-data yang ada di PeduliLindungi terutama pada pembacaan sertifikat vaksin. E-visa ini menjadi salah satu syarat wajib untuk bisa melaksanakan ibadah umrah.
"Karena tanpa e-visa mereka ga bisa umrah," ujar Eko.
Baca juga: KJRI: Penemuan varian Omicron tak pengaruhi kebijakan Saudi soal umrah
Baca juga: Integrasi aplikasi PeduliLindungi dan Tawakalna dalam tahap finalisasi
Eko menjelaskan beberapa hari lalu otoritas kesehatan Indonesia dan Arab Saudi sudah melakukan pertemuan untuk melakukan integrasi aplikasi Tawakalna dan PeduliLindungi agar nantinya bisa menerbitkan e-visa umrah.
Ia berharap dalam waktu dekat sudah ada kabar baik, sehingga calon jamaah umrah Indonesia bisa segera terbang ke Arab Saudi. Apalagi Pemerintah Arab Saudi sudah memberikan relaksasi bagi jamaah umrah yang mendapat vaksin Sinovac/Sinopharm boleh masuk ke Tanah Suci, asalkan menjalani karantina tiga hari.
"Kedua belah pihak sedang bekerja keras, tapi sepertinya belum connect (terintegrasi) juga. Mudah-mudahan bisa, karena tanpa e-visa mereka enggak bisa umrah. Nah ini harus dicari solusinya," kata dia.
Baca juga: Kemenag telah siapkan skenario pemberangkatan jamaah umrah
Baca juga: Kelancaran pelaksanaan umrah jadi pertimbangan penyelenggaraan haji
Baca juga: Jamaah calon umrah penerima vaksin Sinovac wajib karantina tiga hari