Jakarta (ANTARA) - Pagi itu, sebuah kabar duka datang dari dunia kewartawanan. Sebuah pesan singkat melalui aplikasi WhatsApp (Wa) grup menuliskan kalimat duka yang pada intinya memberitahukan seseorang telah berpulang.
Margiono dengan panggilan akrab MG yang sering diucapkan para sahabat meninggal dunia (Selasa, 1/2) pukul 09.02 WIB di Rumah Sakit Modular Pertamina Jakarta.
"Mohon doa agar almarhum diberi surga terbaik di sisi Allah SWT," tulis pesan singkat tersebut.
Baca juga: Ketua Umum PWI kenang Margiono selalu peduli profesionalisme wartawan
Baca juga: Mengenang Pak Margiono (Catatan Hendry Ch Bangun)
Margiono merupakan Ketua PWI Pusat selama dua periode. Pertama, ia menjabat sebagai Ketua PWI pada rentang waktu 2008 hingga 2013. Kedua, ia kembali dipercaya pada periode 2014 hingga 2019.
Sebelum mengembuskan napas terakhir, Margiono diketahui menjabat sebagai Ketua Penasihat PWI Pusat dalam kepengurusan Ketua Umum PWI Atal S Depari.
Semasa hidup, MG dikenal sebagai sosok wartawan yang kritis. Bahkan, kepribadian teguh yang dimilikinya itu tak kerap berlawanan atau berseberangan dengan sejumlah kebijakan pemerintah.
Sebut saja pada masa pemerintah Presiden Ke-5 RI yakni Megawati Soekarnoputri. Di masa itu, Harian Rakyat Merdeka yang dipimpinnya beberapa kali harus berhadapan dengan atau dituntut oleh pihak lain ke pengadilan.
Pengajuan ke pengadilan tentu saja bukan karena perbuatan melawan hukum yang dilakukannya melainkan sikap kritis yang dilontarkan nya melalui tinta pena seorang Margiono.
Tidak hanya itu, ketika berkarir di sebuah majalah, sikap kritis yang dimilikinya tentu saja tidak hilang begitu saja. Kala itu, izin majalah tempat ia bekerja dicabut oleh pemerintah.
Kali ini, pencabutan izin tersebut diketahui berkaitan dengan sampul majalah dengan gambar Presiden Soeharto mengenakan pakaian raja dalam kartu "king".
Dari kejadian tersebut tentu saja banyak hal positif yang bisa dipetik oleh masyarakat terutama para insan pers. Setidaknya seorang wartawan harus tetap berani menuliskan berita-berita kritis, namun tetap tidak mengesampingkan kode etik sebagaimana yang telah diatur.
Selain kritis, Margiono diketahui juga humoris dan suka bercanda dengan lawan bicara. Pribadi yang ramah dan suka melempar guyonan tersebut bisa saja dipengaruhi dari peranannya sebagai dalang wayang kulit.
Pengakuan sahabat
Sebagai seorang wartawan, Ketua Umum PWI Pusat bahkan pernah maju dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, Margiono tentu saja memiliki banyak teman, sahabat dan relasi yang kuat.
Sebagai contoh, kedekatan nya dengan mantan Pemimpin Umum LKBN ANTARA Asro Kamal Rokan. Keduanya di berbagai kesempatan sering melakukan agenda bersama termasuk mengikuti beberapa kegiatan kenegaraan Presiden ke luar negeri.
Pada September 2015, Asro Kamal Rokan dan Margiono berkesempatan bertolak ke Markas Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di New York. keduanya terbang ke negeri Paman Sam dalam rangka ikut serta dengan rombongan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
"Kala itu, kami menginap di Hotel Millennium di seberang Markas PBB," kenang Asro Kamal.
Baca juga: Margiono pulang ... (Kenangan Asro Kamal Rokan)
Baca juga: Cabup Tulungagung Margiono merasa dicurangi lawan politik
Secara pribadi, Asro mengaku mengenal sosok Margiono saat keduanya sama-sama ikut rombongan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Malaysia dan Singapura sekitar tahun 2004.
Dari sana, keduanya semakin akrab dan menjalin hubungan pertemanan. Apalagi, keduanya sama-sama berprofesi sebagai wartawan. Bermodalkan profesi yang sama, Asro dan Margino terus berteman dengan baik.
Selepas pertemuannya dengan Margiono di New York, kedua tokoh pers ini semakin sering bertemu di berbagai kesempatan. Pada Juli 2008, Margiono dipercaya sebagai Ketua Umum PWI Pusat.
Ia terpilih setelah para peserta Kongres yang diadakan di Aceh memberikan kepercayaan penuh pada Margiono. Kala itu, Asro sendiri dipercaya sebagai Ketua Panitia Kongres PWI.
Tidak sampai di situ, setelah MG terpilih menjadi Ketua PWI, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengundang para peserta Kongres PWI Pusat ke Istana Negara.
Margiono sendiri dijadwalkan berpidato di hadapan Presiden keenam tersebut. Namun, sebelum acara dimulai, Sekretariat Negara berkali-kali menghubungi Asro terkait isi pidato yang akan disampaikan Margiono.
Sontak saja hal itu membuat Asro sedikit bingung karena ia mengetahui sahabatnya itu tidak pernah menggunakan teks saat membacakan pidatonya. Asro mencoba menghubungi Margiono dan menanyakan perihal isi pidato yang akan dibacakan nya.
Hingga malam tiba, teks pidato dari Margiono tak kunjung tiba atau dikirimkan nya ke Asro. Tanpa pikir panjang dan atas persetujuan Margiono, Asro membuat teks pidato untuk sahabatnya itu.
Keesokan harinya, atau pada saat acara inti, Margiono tetap berpidato sebagaimana yang telah dijadwalkan. Namun, apa yang disampaikan oleh Margiono tentu saja berbeda dengan apa yang ditulis oleh Asro Kamal.
"Ini bagian dari banyak kenangan indah dengan MG," ujar dia.
Kini, Margiono memang telah tiada. Namun, coretan tinta yang ditulisnya akan terus hidup dan dikenang oleh masyarakat terutama insan pers.
Margiono dikabarkan meninggal dunia akibat terpapar COVID-19. Selain itu, dari beberapa informasi yang beredar diketahui ia juga rutin melakukan cuci darah karena mengalami masalah kesehatan pada ginjal.
Dari pesan berantai yang beredar luas, diketahui alamat duka berada di BSD Villa Serpong Jalan Kencana I Blok C2 Nomor 2, 3, 4 Serpong, Tangerang. Selanjutnya, dari Rumah Sakit Pertamina, almarhum akan dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Jelupang.
Selamat jalan Margiono, coretan tinta pena mu, abadi.