Jakarta (ANTARA) - Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Selasa sore menguat seiring pesimisnya data manufaktur Amerika Serikat.
"Dolar AS melemah seiring pesimisnya data indeks manufaktur AS yang dilaporkan oleh Institute for Supply Management yang dirilis semalam yang hasilnya turun menjadi 50,9, yang mana ini lebih buruk dari estimasi 52,2 dan periode sebelumnya di level 52,8," kata analis Monex Investindo Futures Faisyal saat dihubungi di Jakarta, Selasa.
Angka tersebut menunjukkan dampak dari kebijakan suku bunga yang terus meningkat oleh The Federal Reserve yang menyebabkan kegiatan manufaktur menurun.
Indikator lain yang menunjukkan perlambatan ekonomi juga datang dari rilis data indeks pesanan baru yang juga datang dengan hasil yang lebih lemah.
Data yang mencerminkan permintaan ke depan untuk kegiatan manufaktur itu turun ke level 47,1, lebih rendah dari proyeksi 49,6 dan angka sebelumnya 51,3.
Turunnya dolar AS dan nilai imbal hasil surat berharga pemerintah AS karena sikap hati-hati pasar seiring masih tingginya peluang kenaikan suku bunga acuan The Federal Reserve pada bulan Oktober ini.
Hal itu menyebabkan pelaku pasar menutup posisi untung dan memberikan luang bagi investor besar untuk mengambil posisi bar
Pada pekan ini, pidato dari beberapa pejabat The Fed dan laporan ketenagakerjaan non pertanian AS juga menjadi fokus pasar.
Rupiah pada pagi hari dibuka menguat ke posisi Rp15.283 per dolar AS. Sepanjang hari rupiah bergerak di kisaran Rp15.237 per dolar AS hingga Rp15.312 per dolar AS.
Sementara itu, kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Senin menguat ke posisi Rp15.276 per dolar AS dibandingkan posisi hari sebelumnya Rp15.293 per dolar AS.