New York (ANTARA) - Harga minyak tergelincir lebih dari satu dolar AS per barel pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), karena para pedagang mengambil untung setelah harga acuan mencapai tertinggi multi-bulan di sesi sebelumnya dan laporan OPEC memicu kekhawatiran permintaan musim panas.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juni tergelincir 1,24 dolar AS atau 1,4 persen, menjadi ditutup pada 86,09 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Kedua harga acuan telah melonjak dua persen pada Rabu (12/4) ke level tertinggi dalam lebih dari sebulan, karena pendinginan inflasi AS mendorong harapan bahwa Federal Reserve AS akan berhenti menaikkan suku bunga.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) menandai risiko penurunan permintaan minyak musim panas dalam laporan bulanan pada Kamis (13/4), menyoroti meningkatnya persediaan dan tantangan terhadap pertumbuhan global.
Laporan tersebut menjelaskan alasan di balik pemotongan produksi mengejutkan yang diumumkan oleh OPEC+, yang mencakup Rusia dan sekutu OPEC lainnya pada awal bulan ini.
"Secara umum saya akan mengatakan kita melihat peningkatan persediaan minyak minggu ini di negara-negara yang menerbitkan data persediaan, jadi mungkin itulah yang menjadi kesadaran bahwa pasar belum berubah menjadi defisit," kata analis UBS Giovanni Staunovo.
Meskipun mengalami penurunan pada Kamis (13/4), keputusan OPEC+ telah mendorong Brent berjangka naik hampir 8,0 persen sejauh bulan ini, dan terus meningkatkan ekspektasi potensi pengetatan di waktu mendatang di pasar minyak.
Penurunan harga minyak juga terbatas, karena OPEC mempertahankan perkiraan pertumbuhan permintaan minyak global pada tahun 2023 tidak berubah. Indikator ekonomi lainnya memberikan dukungan lebih lanjut.
Indeks dolar AS turun ke level terendah dua bulan pada Kamis (13/4), setelah harga produsen secara tak terduga turun pada Maret, meningkatkan ekspektasi bahwa Federal Reserve mendekati akhir siklus kenaikan suku bunga.
Greenback yang lebih lemah membuat minyak berdenominasi dolar lebih murah bagi investor yang memegang mata uang lain, sehingga mengangkat permintaan.
"Dengan dolar yang terlemah dalam setahun versus euro, formula itu dimulai dengan tanda seru," kata analis Mizuho Robert Yawger.
Tanda-tanda pemulihan permintaan di China, importir utama minyak mentah dan produknya, memberikan lebih banyak dukungan untuk harga minyak, kata Yawger.
Impor minyak mentah China pada Maret melonjak 22,5 persen dari tahun sebelumnya ke level tertinggi sejak Juni 2020, data menunjukkan pada Kamis (13/4).