New York (ANTARA) - Harga minyak mentah berjangka memperpanjang kenaikannya pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB), setelah Kongres AS meloloskan kesepakatan plafon utang yang mencegah gagal bayar di konsumen minyak terbesar di dunia dan data pekerjaan memicu harapan untuk kemungkinan jeda dalam kenaikan suku bunga Federal Reserve.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Agustus terangkat 1,85 dolar AS atau 2,49 persen, menjadi ditutup pada 76,13 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Penutupan tersebut merupakan yang tertinggi sejak 26 Mei untuk WTI dan 29 Mei untuk Brent. Untuk minggu ini, kedua kontrak turun sekitar 1,0 persen, kerugian mingguan pertama mereka dalam tiga minggu terakhir.
Baik Senat AS maupun Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan undang-undang untuk menangguhkan plafon utang pemerintah AS hingga 1 Januari 2025, yang pada dasarnya menghilangkan ketidakpastian seputar kemungkinan gagal bayar utang AS.
Selain itu, Amerika Serikat menambahkan 339.000 penggajian non-pertanian pada Mei, lebih tinggi dari perkiraan konsensus 190.000 dan 294.000 pada April, menurut data yang dikeluarkan oleh Biro Statistik Tenaga Kerja AS pada Jumat (2/6/2023).
Harga minyak mentah berakhir dengan kuat minggu ini setelah laporan pekerjaan AS menunjukkan ekonomi belum siap menuju resesi, kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA, pemasok layanan perdagangan daring multi-aset.
Dengan minyak pada tingkat yang tidak nyaman untuk sebagian besar negara penghasil energi, tidak ada yang mau kekurangan minyak mentah menjelang pertemuan akhir pekan oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan mitranya, tambah Moya.
OPEC dan mitranya dijadwalkan mengadakan pertemuan tatap muka tingkat tinggi pada Minggu (4/6/2023) dengan kebijakan produksi minyak sebagai topik utama.
Grup tersebut pada April mengumumkan pengurangan produksi yang mengejutkan sebesar 1,16 juta barel per hari, tetapi kenaikan harga yang dihasilkan telah terhapus dan minyak mentah diperdagangkan di bawah tingkat pemotongan sebelumnya.
"Tidak ada yang mau kekurangan minyak mentah menjelang pertemuan OPEC+ akhir pekan. ... Pedagang tidak boleh meremehkan apa yang akan dilakukan dan pengaruh Saudi selama pertemuan OPEC+," kata Edward Moya, analis pasar senior di perusahaan data dan analitik OANDA.