New York (ANTARA) - Harga minyak menguat pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), di tengah ekspektasi bahwa permintaan global akan menguat karena importir minyak utama China membuka kembali ekonominya dan data ekonomi AS yang positif.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Maret bertambah 1,35 dolar atau 1,57 persen, menjadi ditutup pada 87,47 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Perekonomian AS tumbuh lebih cepat dari yang diperkirakan pada kuartal keempat, tetapi ukuran permintaan domestik naik pada laju paling lambat dalam 2,5 tahun, mencerminkan biaya pinjaman yang lebih tinggi.
Departemen Perdagangan AS melaporkan Kamis (26/1/2023) bahwa produk domestik bruto AS meningkat pada tingkat tahunan 2,9 persen pada kuartal keempat 2022, di atas konsensus.
"Harga minyak mentah mendapat dorongan tak terduga dari ekonomi AS yang tidak ingin hancur," kata Edward Moya, analis pasar senior di perusahaan data dan analitik OANDA.
Persediaan minyak mentah AS naik tipis 533.000 barel menjadi 448,5 juta barel dalam pekan yang berakhir 20 Januari, kata Badan Informasi Energi AS (EIA).
Itu jauh dari perkiraan kenaikan 1 juta barel, meskipun EIA mengatakan stok minyak mentah berada pada level tertinggi sejak Juni 2021.
China telah melonggarkan pembatasan COVID-19 yang ketat bulan ini, dengan Beijing membuka kembali perbatasan untuk pertama kalinya dalam tiga tahun.
"Pembukaan kembali China mendukung prospek permintaan," kata analis UBS, Giovanni Staunovo.
"Juga, para pelaku pasar dengan cermat melacak pertemuan JMMC (Joint Ministerial Monitoring Committee) OPEC+ yang akan datang dan embargo UE (Uni Eropa) pada produk olahan," kata Staunovo.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, termasuk Rusia, secara kolektif dikenal sebagai OPEC+.
Pertemuan panel menteri OPEC+ pada 1 Februari kemungkinan akan mendukung tingkat produksi kelompok produsen minyak saat ini, kata sumber OPEC+.
Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan hampir tidak bergerak di atas 2,0 persen tahun ini, jajak pendapat Reuters dari para ekonom menunjukkan, mengindikasikan kemungkinan penurunan peringkat lebih lanjut. Itu bertentangan dengan optimisme yang meluas di pasar sejak awal tahun.