Jakarta (ANTARA) - Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Lisyarti mendorong setiap sekolah membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (PPK) untuk mencegah serta menangani kasus kekerasan anak.
Retno merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (PPKSP).
Menurut dia Permendikbud 46/2023 merupakan sistem pencegahan dan penanganan kekerasan yang terjadi baik di dalam maupun di luar lingkungan sekolah dengan melibatkan peserta didik dari sekolah yang bersangkutan.
"Anggota Tim PPK sekolah adalah perwakilan pendidik atau tenaga pendidikan dan perwakilan komite sekolah serta orangtua peserta didik," katanya.
Permendikbudristek Nomor 46 mengamanatkan sekolah berkolaborasi dengan pemerintah daerah (pemda) dalam penanganan kasus kekerasan yang terjadi di satuan pendidikan.
Sedangkan pemda diwajibkan membentuk Tim Satuan Tugas (Satgas) PPK yang surat tugasnya ditandatangani oleh kepala daerah.
Tim Satgas PPK kabupaten, kota, dan provinsi terdiri dari perwakilan dinas pendidikan, dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak (PPA), dinas sosial, serta dinas kesehatan.
"Tugas utama satgas PPK daerah adalah membantu Tim PPK sekolah melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan," kata Retno.
Dia menambahkan Tim PPK sekolah dan Tim Satgas PPK Daerah harus mendapatkan bimbingan teknis agar dapat melaksanakan tugasnya agar efektif sebagai langkah menguatkan koordinasi lintas dinas.
"Jika membutuhkan pemulihan psikologi maka dinas PPA setempat akan membantu korban, saksi dan pelaku menurut Permendikbudristek Nomor 46," kata dia.
Retno mengatakan Tim PPK tidak hanya berfokus pada kasus perundungan saja. Melainkan juga akan menangani kasus kekerasan seksual dan intoleransi yang terjadi di sekolah.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat periode Januari hingga September 2023 terdapat sebanyak 141 anak korban kekerasan fisik atau psikis.
Dari jumlah itu, 104 anak sebagai korban penganiayaan termasuk perkelahian dan pengeroyokan, kemudian 31 sebagai korban kekerasan psikis dan enam anak sebagai korban pembunuhan.