Ia menjelaskan bahwa extraordinary crime merupakan kejahatan yg memerlukan extraordinary measures atau tindakan yang luar biasa dalam pemberantasannya.
"Pemberantasannya membutuhkan hukum acara khusus dan penegak hukum khusus," kata Chairul kepada ANTARA di Jakarta, Selasa.Ia mengemukakan bahwa untuk menjadikan judi daring atau online sebagai kejahatan luar biasa, pemberantasan judi daring memerlukan pengadilan khusus untuk menghukum para pelaku yang terlibat.
"Oleh karena itu, saya kira syarat itu belum ada pada judi daring," ujar akademisi Universitas Muhammadiyah Jakarta itu.
Chairul menambahkan judi daring merupakan victimless crime atau kejahatan tanpa korban. Hal tersebut berarti pelaku judi daring itu sendiri yang menjadi korban sehingga tidak ada urgensinya menjadikannya extraordinary crime.
"Makanya tidak relevan judi daring diberi status begitu (extraordinary crime)," imbuhnya
"Masalahnya bukan sanksinya, tetapi kesadaran para pelaku yang sekaligus korban," tambah Chairul.
Ia menekankan ancaman atau hukuman pidana yang ada saat ini sudah cukup untuk menjerat atau menghukum para bandar, pelaku yang terlibat dalam jaringan, serta pemain dari aktivitas ilegal itu, sehingga yang dibutuhkan hanya tinggal konsistensi memberantas tindak pidana tersebut.
Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menjelaskan penanganan kasus judi daring sedang berjalan di seluruh wilayah Indonesia, mulai dari penangkapan bandar judi, penangkapan oknum terlibat judi, dan melakukan tracing (pelacakan) aset oknum yang terlibat judi daring.
"Semuanya sedang berjalan, pada saatnya tentu akan dirilis secara resmi," kata Listyo setelah mengunjungi pos pengungsian korban erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), Senin (18/11).
Kapolri menegaskan bahwa institusi yang dipimpinnya akan memberantas kasus judi daring secara serius.
Dalam upaya pemberantasan judi daring, lanjut Listyo, kepolisian bekerja sama dengan kementerian/lembaga terkait, seperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam menelusuri harta kekayaan pelaku untuk disita dan diserahkan ke negara.