Jakarta (ANTARA Jambi) - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mendesak pemerintah menertibkan perusahaan jasa "outsourcing" (alih daya) yang tidak profesional dan sering mengabaikan hak-hak para tenaga kerja.
"Praktik nakal perusahaan jasa outsourcing-lah yang justru membuat hubungan buruh dengan industrial tidak baik, yang memicu terjadinya aksi demo," kata Sofjan kepada di Jakarta, Rabu.
Banyak perusahaan jasa outsourcing yang dalam praktiknya mengambil komisi dari upah yang diberikan perusahaan tempat buruh bekerja.
"Selain itu perusahaan jasa outsourcing juga memiliki hak untuk menarik pekerja yang sudah dikontrak oleh perushaaan. Ini yang juga harus diselesaikan," kata Sofjan.
Ia tidak menyebutkan bahwa seluruh perusahaan jasa outsourcing bermasalah, tapi pada kenyataanya perusahaan jasa outsourcing banyak dimiliki oleh para pejabat, para pengurus serikat pekerja, perusahaan pengguna jasa outsourcing, dan pejabat perusahaan.
"Pemerintah harus mengawasi dan menertibkan perusahaan jasa outsourcing, sehingga para pekerja yang tenaganya digunakan perusahaan-perusahaan memiliki kepastian dalam hal pendapatan," ujar Sofjan.
Untuk itu, pemerintah harus segera merevisi UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya pasal 64, 65 dan 66 yang mengatur perjanjian antara perusahaan alih daya dengan pihak perusahaan pemberi kerja.
Hubungan kerjasama antara perusahaan outsourcing dengan perusahaan pengguna jasa outsourcing tentunya diikat dengan suatu perjanjian.
"Dengan adanya perjanjian kedua pihak maka berbagai permasalahan yang timbul seperti perselisihan, di kemudian hari dapat diatasi karena ada kepastian hukumnya," tegas Sofjan.
Sebenarnya dalam UU Ketenagakerjaan tidak ada disebutkan soal outsourcing, namun istilah yang digunakan adalah Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).
"Seringkali buruh salah tafsir soal outsourcing, karena memang sosialisasi terkait praktik alih daya PKWT sangat kurang sehingga seringkali memicu protes buruh kepada perusahaan pemberi kerja," tambahnya.
Sofjan yang juga pentolan Aktivis '66 ini juga menuturkan, pemerintah dan DPR lamban dalam merespon berbagai permasalahan yang timbul soal perburuhan.
Akibatnya, demo buruh yang terus-menerus tidak saja merugikan dunia usaha, tetapi juga mengancam iklim investasi di Tanah Air. Untuk itu, selain pemerintah pusat, pemerintah daerah juga harus aktif menyelesaikan berbagai kendala perburuhan di daerah.(Ant)