Dalam kelompoknya, AP berperan sebagai pemodal, kata Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Kombes Pol Daniel Tahi Monang Silitonga.
Menurut Daniel, AP terlibat sindikat uang palsu karena terlilit utang.
"Alasannya dia terlilit utang. Sering didatangi debt collector yang menagih utang. Jadi AP butuh uang cepat," kata Kombes Daniel di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu.
Polisi juga menangkap tiga tersangka lain, yakni AK (56 tahun), AD (62 tahun) dan AM (35 tahun).
"Mereka memiliki peran masing-masing, ada yang bagian mendesain, mencetak," kata Daniel.
Kasus ini terkuak berawal dari informasi masyarakat yang melaporkan adanya sindikat yang menawarkan uang palsu. Penyidik kemudian menyamar sebagai pembeli dan lalu membekuk AP serta AK di halaman parkir Stasiun Gambir, Jakarta, pada 16 April 2018.
Bersama mereka disita pula barang bukti 600 lembar uang palsu pecahan Rp100 ribu, satu ponsel, satu sepeda motor merek Honda Beat berikut STNK dan kunci motor.
Dari keterangan AP dan AK, penyidik melacak keberadaan tersangka lain sehingga pada 17 April, AD dan AM ditangkap di Pandeglang, Banten.
"AD berperan sebagai pencetak uang palsu. AM membantu AD mencetak uang palsu," kata Daniel.
AP bersama rekannya yang masih buron, diketahui memberikan modal Rp250 juta kepada AK dan AD. Setelah uang palsu dicetak, uang diserahkan kepada AK dan AP untuk diedarkan.
Uang palsu yang diproduksi jaringan ini terdiri dari mata uang rupiah pecahan lima ribu dan 100 ribu. Selain itu sindikat ini juga mencetak dolar Singapura palsu dan mata uang Brasil palsu.
"Mereka cetak uang palsu bila ada yang memesan saja," kata Daniel.
Daniel mengatakan sindikat ini sudah beroperasi sejak 2015 dan mengedarkan uang palsu di Jawa Barat.