Jambi (ANTARA) - Produsen gula aren di Kabupaten Batanghari membutuhkan perhatian pemerintah terkait pengadaan bibit aren, karena selama ini produsen gula aren hanya menyadap batang aren liar yang tumbuh sendiri .
“Harapannya pemerintah dapat memberikan bantuan, karena selama ini pohon aren yang disadap merupakan pohon aren liar, selain itu pemasarannya kita lakukan secara mandiri,” kata Petani Aren di Desa Malapari Suhendra di Muarabulian, Jum’at.
Dia mengatakan selama berpuluh-puluh tahun, petani aren di daerah itu hanya menyadap pohon-pohon aren yang tumbuh liar di sepanjang bantaran sungai Batanghari. Hal tersebut telah dilakukan oleh petani aren didaerah itu dari beberapa generasi.
Begitu pula dengan proses produksi dan pemasaran hasil olahan dari air nira yang di olah menjadi gula aren. Petani aren di daerah itu selama ini memproduksi secara rumahan dengan menggunakan peralatan seadanya.
Petani aren di Kabupaten Batanghari tidak menepis adanya bantuan berupa bibit aren dari pemerintah daerah, namun menurut sebagian petani aren di daerah itu, bantuan tersebut kurang tepat sasaran, karena banyak warga di desa tersebut yang tidak melakukan penyadapan aren.
Sementara petani yang benar-benar melakukan penyadapan ada yang tidak mendapat bantuan dan ada yang mendapat bibit sisa, sehingga kualitas bibit yang diterima kurang baik.
“Selama ini semua kita lakukan secara mandiri, harapannya pemerintah dapat lebih selektif dalam memberikan bantuan,” kata Suhendra.
Bagi sebagian warga di desa itu, menyadap pohon aren telah menjadi pekerjaan utama, karena secara ekonomis keuntungan menyadap aren saat ini melebihi keuntungan menyadap karet. Dalam satu hari warga yang menyadap aren bisa meraup keuntungan dari Rp100 ribu hingga Rp300 ribu.
Desa Malapari merupakan desa sentra produksi gula aren di daerah itu. Saat ini ada sekitar 50 keluarga yang memproduksi gula aren. Dalam satu hari, satu keluarga di desa itu mampu memproduksi 100 hingga 150 bungkus gula aren.
Gula aren tersebut diproduksi dari air nira yang disadap dari pohon aren. Penyadapan air nira dari pohon aren tersebut merupakan tradisi turun temurun yang diwariskan oleh orang-orang tua di desa itu.
“Membuat gula aren ini memang tradisi yang diturunkan oleh orang tua dari zaman dahulu. Zaman dahulu memproduksi gula aren ini merupakan pekerjaan pokok,” kata Warga Desa Malapari Yayuk Enda Yulianti.
Penyadapan dan produksi gula aren tersebut dilakukan setiap hari oleh warga di daerah itu. terutama warga yang berada di rukun tetangga 05 Dusun Sungai Lais, Desa Malapari. Pohon aren yang disadap merupakan pohon aren yang tumbuh secara liar di bantaran sungai Batanghari yang sudah ada sejak berpuluh tahun yang lalu.
Saat ini gula aren produksi daerah itu telah di pasarkan ke swalayan-swalayan yang ada di Kota Jambi seperti di Jambi Town Square, Trona, Fresco, Mandala dan juga di pasarkan di sawalayan serta pasar-pasar yang ada di daerah itu.
Pada bulan Ramadhan pemasaran gula aren hasil produksi daerah itu sampai keluar kabupaten dan provinsi, seperti Kabupaten Kerinci, Sarolangun, Provinsi Batam hingga Provinsi Sumatra Barat.
“Kalau ada pesanan dari luar daerah, kita produksi sesuai pesanan, biasanya dalam satu kali pemesanan bisa mancapai 500 bungkus,” kata Yayuk.
Dari tangan produsen gula aren tersebut dijual berdasarkan berat. Untuk gula aren dengan berat dua ons dijual seharga Rp3.500, yang berat 3 ons di jual seharga Rp5.000 dan dalam satu kilogramnya di jual seharga Rp20.000.
Produsen gula aren perlu didukung pengadaan bibit pohon enau
Jumat, 5 Juli 2019 19:37 WIB