Biak (ANTARA) - Dedikasi perintis lingkungan yang juga pendiri Bank Sampah Rumah Edukasi 858 Kabupaten Biak Numfor, Papua, Slamet Hariono dapat menjadi inspirasi bagi warga karena dengan kepeduliannya mengelola sampah rumah tangga yang kotor diolah menjadikan uang bernilai seratusan juta rupiah per bulan.
Sampah rumah tangga yang dikumpulkan berupa kertas, plastik, logam dan dijadikan kompos tanaman yang menghasilkan uang jika dikelola dengan cara reduce, reuse dan recyle (3R), yakni dikurangi, dimanfaatkan ulang dan didaur ulang, kata perintis lingkungan pengelola sampah Biak Slamet Hariono di tempat kerjanya di Bank Sampah Darfuar distrik Samofa.
Usaha Bank Sampah dirintis sejak 2015 di Biak Numfor. Tujuannya, untuk membantu pemerintah dalam menangani pengelolaan dan pengolahan sampah di Kabupaten Biak Numfor dan Indonesia umumnya.
Melalui rumah edukasi Bank Sampah, dia dapat menyadarkan masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan yang sehat, rapi, dan bersih.
Bank sampah yang dikelolanya mengacu pada regulasi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.13 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Reduce, Reuse, dan Recycle (3R) melalui Bank Sampah (Permen LH Bank Sampah) dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Bank Sampah yang terbit berdasar pada Undang-undang No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS).
"Maka sangat jelas dalam melaksanakan program 3R keberadaan bank sampah menjadi sangat strategis untuk mengedukasi warga tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan," kata Slamet.
Baca juga: Kampanye menabung dengan sampah, BNI Raih Padmamitra+ Award 2019
Baca juga: Badung resmikan 207 bank sampah mandiri di Mengwi
Keberadaan Bank sampah untuk melaksanakan misi sosial dan edukasi tentang prinsip-prinsip 3R kepada masyarakat.
Melalui pengelolaan sampah 3R, diharapkan akan merubah paradigma masyarakat dalam mengelola sampah dapat mendapat manfaat lain, yakni sejumlah uang sebagai pemasukan bagi keluarga dan lingkungan.
"Bank Sampah selama ini memberi berdampak positif, yakni meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengelola sampah dan menambah pemasukan bagi rumah tangga," kata penerima penghargaan Bank Sampah dari Korea dan Lithuania.
Tidak banyak warga yang menyadari tentang prinsip kerja bank sampah yang terbentuk di Kabupaten Biak Numfor.
Bank sampah jika dikelola secara benar dan profesional, pada akhirnya memberi keuntungan dalam bentuk materi dan berkurangnya timbunan sampah di lingkungan tempat tinggal.
"Bank sampah bisa memberikan keuntungan bagi mereka yang mau mengelolanya secara profesional. Keberadaannya tidak bedanya dengan bank konvensional di bidang jasa keuangan," kata penerima penghargaan Simavi Belanda 2017.
Slamet telah berkomitmen untuk senantiasa menjaga lingkungan tetap bersih, sehat dan bebas sampah dan dia berharap prinsip itu juga melekat dalam jiwa warga di Kabupaten Biak Numfor.
Sejak 14 tahun merintis pembukaan Bank Sampah di Kabupaten Biak Numfor, kini Slamet Hariono memiliki tujuh unit usaha dan delapan mitra kerja bank sampah.
Baca juga: Upaya pemberdayaan masyarakat, KLHK sosialisasikan bank sampah
Baca juga: Korupsi Bank Sampah NTB diteruskan ke penyelidikan
Untuk mengembangkan Bank Sampah Rumah Edukasi 858 Biak, Dia juga menjalin jejaring kerja dengan bank sampah lainnya yang tersebar di Riau, Legian Bali, Nusa Tenggara Barat, Makassar, Surabaya, Malang, Gresik,Manado, Kupang, Sorong, Papua Barat.
"Bank Sampah tidak hanya mengajarkan edukasi menjaga lingkungan bersih, sehat dan hijau, tetapi jika dikelola profesional akan memberikan pemasukkan mencapai seratusan juta," ucap penerima Kalpataru penyelamat lingkungan Provinsi Papua 2017 itu.
Dia sudah belasan tahun menjalankan Bank Sampah Rumah Edukasi 858 Biak yang telah dikunjungi banyak pihak dari Supiori, Yapen, Waropen, Nabire, Manokwari, Manokwari Selatan, Papua Barat.
Pengunjung juga dari luar negeri seperti Korea, Belanda, Lithuania dan beberapa pegiat lingkungan dari negara Asean yang menjadikan Bank Sampah Rumah Edukasi 858 sebagai tempat belajar mengelola sampah melalui prinsip 3R untuk menjaga lingkungan sehat, bersih dan bernilai ekonomis.
"Pekerjaan mengelola dan memilah sampah bagi saya sangat menyenangkan karena dilakukan dengan ketekunan, sabar dan menjalankannya secara profesional. Dampaknya, tidak hanya ke pengelola, tetapi juga mendatangkan rupiah bagi keluarga dan warga sekitar," tutur Slamet Hariono.
Kontribusi nyata operasional Bank Sampah Biak bagi daerah adalah menyumbang Piala Adipura sebanyak lima kali untuk Kabupaten Biak Numfor yang menyandang sebagai predikat Kota Bersih di wilayah Timur Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berdasarkan data omset Bank Sampah Rumah Edukasi 858 Biak Numfor mencapai seratusan juta setiap bulan dengan mengumpulkan sebanyak 25 ton plastik, 12 ton karton, 10 ton kertas dan 5 ton pupuk kompos.
Baca juga: Transformasi: Dua faktor penyebab bank sampah tidak efektif
Baca juga: Tekan pencemaran, warga Kutai cetak "paving block" dari sampah plastik
Bank sampah, menurut Wikipedia, adalah suatu tempat yang digunakan untuk mengumpulkan sampah yang sudah dipilah-pilah. Hasil dari pengumpulan sampah yang sudah dipilah akan disetorkan ke tempat pembuatan kerajinan dari sampah atau ke tempat pengepul sampah.
Bank sampah dikelola menggunakan sistem seperti perbankan yang dilakukan oleh petugas sukarelawan. Penyetor adalah warga yang tinggal di sekitar lokasi bank serta mendapat buku tabungan seperti menabung di bank
Bank sampah, berdiri karena adanya keprihatinan masyarakat akan lingkungan hidup yang semakin lama semakin dipenuhi dengan sampah baik organik maupun anorganik. Sampah yang semakin banyak akan menimbulkan banyak masalah, sehingga memerlukan pengolahan seperti membuat sampah menjadi bahan yang berguna.*
Pengelolaan sampah dengan sistem bank sampah ini diharapkan mampu membantu pemerintah dalam menangani sampah dan meningkatkan ekonomi masyarakat.*
Baca juga: Asosiasi bank sampah Kota Padang hasilkan produk unggulan
Baca juga: Gowa targetkan 1.000 bank sampah pada WCD
Dari sampah menjadi rupiah
Jumat, 8 November 2019 10:56 WIB