Jakarta (ANTARA) - Deputi Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Vennetia R Danes mengatakan kekerasan terhadap perempuan, termasuk kekerasan dalam rumah tangga, merupakan pelanggaran hak asasi manusia.
Vennetia mengatakan bebas dari ancaman, diskriminasi, dan kekerasan merupakan hak yang sangat penting untuk diwujudkan karena berhubungan dengan hak konstitusional lainnya, yaitu hak atas pelindungan dan hak atas keadilan.
Baca juga: Menteri PPPA: Upaya pencegahan KDRT harus libatkan generasi muda
Menurut Vennetia, negara dan masyarakat harus memberikan pelindungan kepada perempuan agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan martabat kemanusiaan.
"Negara menjamin hak setiap warga negara untuk mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga," tuturnya.
Vennetia mengatakan kekerasan terhadap perempuan, termasuk kekerasan dalam rumah tangga, terjadi akibat ketimpangan atau ketidaksetaraan hubungan antara laki-laki dan perempuan.
Ketimpangan tersebut berupa perbedaan kekuasaan, pengetahuan, status sosial ekonomi, atau keinginan salah satu pihak untuk menguasai pihak lainnya.
Baca juga: LBH Jentera: Kasus kekerasan perempuan meningkat selama pandemi
Untuk mewujudkan penghapusan kekerasan terhadap perempuan, Vennetia berharap pers dan media massa bisa ikut berperan. Apalagi, pada masyarakat yang demokratis, pers dianggap sebagai pilar keempat setelah eksekutif, yudikatif, dan legislatif.
"Bila dikelola dengan baik dalam bentuk partisipasi terkait isu-isu pencegahan dan penghapusan kekerasan berbasis gender, termasuk kekerasan terhadap perempuan, tentu media dan pers akan sangat berdampak besar," katanya.
Baca juga: Komnas Perempuan sebut penghentian kekerasan harus sistemik