Jambi (ANTARA) - Pemerintah kabupaten (Pemkab) Sarolangun, Jambi merespon dan menyambut positif adanya upaya yang dilakukan akademisi dan pihak terkait lainnya untuk melakukan pembangunan daerah khusus orang rimba atau Suku Anak Dalam (SAD) di kawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas, Jambi.
Upaya dan langkah pemberdayaan Suku Anak Dalam (SAD) telah dilakukan sejak lama namun selama ini dirasa belum optimal maka dengan adanya program yang ditujukan untuk memberdayakan mereka dilaksanakan secara parsial maka kedepan, pelayanan untuk SAD akan dilakukan dalam satu kawasan," kata Assisten Bidang Ekonomi dan Pembangunan Pemerintah Kabupaten Sarolangun, Ir Dedi Hendri M.Si, melalui keterangan resminya yang diterima, Jumat.
Strategi tersebut disampaikan Pemerintah Kabupaten Sarolangun saat menjadi pembicara acara Agribusiness Discussion Forum Fakultas Pertanian Universitas Jambi dengan tema Kolaborasi Multistakeholders dalam Pemberdayaan Suku Anak Dalam (SAD) di Sekitar Taman Nasional Bukit Duabelas, Provinsi Jambi.
"Kami menyambut baik, karena ini juga merupakan bagian dari evaluasi program pembangunan daerah khususnya SAD yang ada di Sarolangun," katanya.
Menurut Dedi Hendri, sekarang ini solusi yang diharapkan mampu memberikan pelayanan lebih baik dan akhirnya dapat membangun kemandirian SAD telah direalisasikan melalui penerapan Kawasan Terpadu Madani dan melalui konsep tersebut menurutnya, pelayanan terhadap kebutuhan akan rumah, kesehatan, pendidikan akan disediakan dalam satu kawasan.
Di samping menghadirkan pemerintah kabupaten Sarolangun, diskusi itu juga dihadiiri Rektor Universitas Jambi, Prof. Sutrisno M.Sc, Ph.D itu juga diperkaya perspektif dari pemerintah pusat, kalangan akademisi dan Non Government Organizations (NGO). Diskusi mengulas aktivitas-aktivitas pemberdayaan terhadap SAD dan ingin merumuskan strategi kolabarasi berbagai stakeholders dalam pemberdayaan SAD di masa mendatang.
Dalam forum ini juga disinggung adanya kerjasama antara dunia usaha dan dunia pendidikan untuk pemberdayaan Suku Anak Dalam atau yang dikenal orang rimba itu, yaitu kesepakatan Universitas Jambi (Unja) dengan PT Sari Aditya Loka (PT SAL) sebagai implementasi dari rekomendasi program forum Juni 2019 lalu.
Masih lemahnya pelayanan terhadap SAD juga disebabkan faktor lain. Kementerian Sosial Republik Indonesia menyoroti kondisi Komunitas Adat Terpencil (KAT) yang selama ini masih sulit terdata. Akibatnya program bantuan pemberdayaan mereka sering mengalami hambatan.
Untuk itu, melalui Kementriaan Sosial melakukan terobosan berupa kerja sama dengan stakeholder seperti LSM dan pihak lain yang direkomendasikan pihak pemerintah daerah setempat. Pemerintah berharap dengan kerja sama itu kebutuhan update informasi terkait KAT dapat terselesaikan.
Termasuk dalam hal ketersediaan data mengenai KAT dan tidak hanya data, keterlibatan stakeholders lain sangat diperlukan dalam rangka memberikan pendampingan yang maksimal kepada KAT. Program penguatan pemberdayaan KAT ini ditujukan agar mereka mampu memenuhi dan meningkatkan kualitas kehidupan mereka secara berkelanjutan berdasarkan kebutuhan, aspirasi dan kapasitas mereka.
Berdayakan SAD secara bersama Sinergi multistakeholders memang sudah dirancang dan implementasinya terus didorong agar kemandirian komunitas yang sering disebut dengan Orang Rimba ini dapat terwujud. Agenda bersama sudah dibangun sejak 2018 dengan melakukan kolaborasi.
Menurutnya, kerja sama dan kolaborasi banyak pihak akan menjadi kekuatan untuk pemberdayaan SAD. Kolaborasi itu memang sudah terbentuk melalui Forum Kemitraan Pembangunan Sosial Suku Anak Dalam yang resmi berdiri Juni 2019 lalu. Dengan terbentuknya FPKS-SAD yang merupakan kerja sama berbagai instansi, penyelesaian isu-isu serta agenda pemberdayaan SAD menjadi tanggung jawab seluruh pihak yang bersepakat memberdayakan SAD melalui forum ini.