Jambi (ANTARA) - Permasalahan konflik lahan atau pertanahan masih jadi pembahasan utama di Provinsi Jambi, terlebih menurut data dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) bahwa Provinsi Jambi merupakan provinsi dengan konflik lahan terbanyak kedua di Indonesia dengan jumlah 156 kasus pada tahun ini.
Data ini tentu bukan merupakan prestasi yang layak dibanggakan, namun menunjukkan bahwa masih banyak permasalahan lahan yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah.
Berbagai pertanyaan kemudian muncul, apa sebenarnya kendala bagi pemerintah untuk menyelesaikan konflik ini dan bagaimana seharusnya kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah agar Provinsi Jambi dapat keluar dari rangking dua nasional konflik lahan atau pertanahan terbanyak sampai 2022.
Pakar Kebijakan Publik Univesitas Jambi Rio Yusri Maulana memberikan pandangannya yang menyebutkan hal pertama yang harus dilakukan reforma agraria itu adalah bertujuan untuk memberikan kepastian regulasi terkait pengelolaan agraria dan untuk menyelesaikan konflik-konflik agraria yang linier dengan banyak faktor sebab akibat.
Sehingga perlu dipastikan bahwa agenda reforma agraria itu harus tetap memperhatikan keadilan dan keberpihakan terhadap objek yang paling terdampak dari kebijakan itu, dalam hal ini adalah masyarakat dan solusi nya adalah mendorong pendekatan politik ekonomi pada sektor sektor mikro, mengangkat daya beli masyarakat dengan memastikan stabilitas harga di sekitar wilayah berkonflik tetap terjangkau.
"Kemudian perubahan cara pandang dalam pelibatan pemangku kepentingan utama, dari metode 'top down' ke pengaktifan 'early warning system' (deteksi dini) dengan metode fire alarm yang artinya adalah pengaktifan pelibatan tokoh masyarakat, media, penggiat independen, komunitas komunitas masyarakat secara inklusif," kata Rio Yusri.
Kemudian lagi pemerintah juga harus menghadirkan ruang ruang dialog persuasif pada wilayah potensi konflik dan cara ini akan menekan friksi-friksi yang tidak terdeteksi sebelum pecahnya konflik.
Pemerintah daerah juga harus hadir memastikan sistem pengendali sosial ini berjalan 'natural', artinya tidak hanya sebagai regulator dan dengan demikian faktor deteksi dini ini harus menjadi fokus utama pemerintah provinsi atau daerah dan selain tentunya komitmen terhadap pemberlakuan pengetatan regulasi ke korporasi.
"Kemudian penyelesaian konflik menggunakan hukum adat juga dapat dilakukan namun dengan catatan tidak menyangkut kerugian ekonomi maka mediasi dan konsesi lebih baik," kata Rio Yusri.
156 kasus konflik lahan
Sementara itu Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jambi sampai saat ini masih mencatat untuk Provinsi Jambi masih ada sebanyak 156 kasus konflik agraria yang belum terselesaikan dan korbannya adalah para petani yang lahan nya dikuasai kooperasi (perusahaan).
Dikretur Eksekutif Walhi Jambi, Abdullah mengatakan provinsi saat ini menjadi daerah konflik agraria tertinggi kedua se-Indonesia dengan jumlah peristiwa konflik agraria masih di angka 156 konflik yang belum terselesaikan.
"Para kaum tani harus dipaksa dengan tindakan-tindakan intimidatif, kekerasan hingga pembunuhan dalam memperjuangkan wilayah kelolanya," kata Abdullah.
Walhi Jambi sendiri memprioritaskan ada sebanyak 17 desa dampingan yang sedang berkonflik di sektor kehutanan dan perkebunan dengan tipe konflik yang beragam. Adapun ke-17 desa dampingan yang berkonflik dan menjadi prioritas untuk percepatan penyelesaian konfliknya di sektor hutan antara lain di Desa Pemayungan, Desa Lubuk Mandarsah, Desa Muara Kilis, Desa Sungai Paur, Desa Sungai Rambai, KT Panglimo Berambai, Desa Olak Kemang dan Desa Gambut Jaya.
Sementara itu untuk desa yang berkonflik di sektor perkebunan antara lain Desa Rondang, Desa Simpang Rantau Gedang, Desa Sungai Bungur, Desa Batu Ampar, Desa Seponjen, Desa Pandan Sejahtera, dan Kelurahan Tanjung dan ditambah Desa Mekar Sari dan Tebing Tinggi harus menghadapi konflik sektor perkebunan yang tanah mereka diambil oleh mafia tanah.
Untuk Provinsi Jambi, Walhi mencatat ada 1.223.737 hektar lahan dikuasai oleh korporasi swasta dan BUMN yang terdiri dari sektor kehutanan, perkebunan sawit dan tambang, hal ini menjadi ketimpangan dalam penguasaan tanah di Provinsi Jambi mengingat hanya 215.969.92 Ha yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui skema hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, hutan adat dan kemitraan kehutanan kepada rakyat Jambi.
"Tidak hanya ketimpangan, keadaan ini juga memaksa masyarakat yang tanahnya ditimpa izin konsesi yang dikeluarkan oleh pemerintah harus menghadapi konflik tiada henti dengan korporasi dan mafia tanah," katanya.
Sementara itu Ketua DPRD Provinsi Jambi Edi Purwanto juga menegaskan pemerintah harus serius untuk menangani konflik lahan yang ada di Jambi dan sebagai contoh konflik lahan di kawasan Danau Lamo Kabupaten Muaro Jambi dengan perusahaan dimana warga yang awalnya dijanjikan akan mendapatkan 2.600 hektare lahan ternyata hanya diberikan tidak lebih dari 50 hektare saja.
Untuk itu, dewan juga telah berkoordinasi dengan Komisi IV DPR RI untuk menggebrak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) agar permasalahan tersebut dapat segera diselesaikan. Belasan rekomendasi Panitia Khusus (Pansus) juga mendesak untuk harus segera diselesaikan.
Jangan sampai kemudian, rekomendasi penyelesaian konflik tersebut hanya berisi kata-kata indah namun tindak ditindaklanjuti dengan kebijakan nyata.
"Konflik lahan atau pertanahan memang mendesak untuk jadi prioritas penyelesaian permasalahan di Jambi, terbaru belasan rumah warga di Kabupaten Batang Hari dibakar oleh orang tidak dikenal yang ditenggarai berawal dari perebutan lahan di daerah tersebut," kata Edi Purwanto.
Bagi masyarakat lahan adalah hidup mereka dan dalam lahan tersebut mereka membangun rumah dan menggantungkan hidup untuk mencari rezeki entah itu sebagai petani ataupun hal lainnya. Maka jangan heran, jika kemudian mereka bahkan berani bertaruh nyawa untuk membela lahan-lahan yang bisa jadi menjadi harapan untuk bertahan hidup.
Peran pemerintah
Sedangkan Koordinator Substansi Sengketa dan Konflik Kanwil ATR/BPN Jambi, Muhammad Rendi mengatakan bahwa pemberantasan mafia tanah atau kejahatan pertanahan sesuai dengan aturan yang mendasari pelaksanaannya memang dilaksanakan dengan menggait lintas sektor.
"Hal ini ditetapkan berdasarkan ketetapan petunjuk teknis dan arahan pimpinan dari pusat yang di dalam tim pelaksanaannya tidak hanya dari unsur BPN namun juga Polda dan Kejati selain itu sejalan juga dengan perintah Menteri ATR/BPN yang mengharuskan adanya sinergi empat pilar yaitu BPN, pemerintah daerah, aparat penegak hukum dan badan peradilan," kata Rendi.
Kebijakan pemerintah untuk memberikan kepastian hukum kepada masyarakat terkait kepemilikan tanah yang sesuai aturan hukum adalah sudah menjadi kepastian hukum atas tanah sesuai dengan amanat Undang Undang Pokok Agraria Pasal 19 adalah dengan menyelenggarakan pendaftaran tanah, selain menjamin kepastian hukum pendaftaran tanah juga memberikan suatu jaminan hukum atas bidang tanah kepada pemegang haknya.
Program pendaftaran tanah yang saat ini menjadi program strategis nasional adalah Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Selain menjamin kepastian hukum Program PTSL juga berperan dalam meminimalkan atau mencegah sengketa, konflik dan perkara pertanahan dan juga menjadi salah satu sarana peningkatan produktifitas ekonomi masyarakat
Sementara itu Pemerintah provinsi (Pemprov) Jambi berjanji membantu menyelesaikan konflik lahan atau tanah yang masih banyak terjadi saat ini khususnya yang menyangkut kaum tani atau petani di berbagai daerah.
Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Pembangunan Pemprov Jambi Ariansyah mengatakan terkait dengan mafia tanah, pemerintah akan mencari tahu siapa yang menjadi mafia tanah dan mengenai mafia dan lain sebagainya nanti akan dubuktikan dan memang sekarang untuk mafia menjadi hal yang viral dan memang harus diselesaikan.
Dari ratusan konflik yang belum selesai ini, keterlibatan aktor utamanya adalah perusahaan ekstraktif seperti perkebunan sawit, tambang dan HTI dan pemerintah berjanji akan menyelesaikannya
Mampukah Jambi keluar dari zona merah konflik pertanahan
Senin, 17 Oktober 2022 11:18 WIB