Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan audit kasus stunting tak hanya bermanfaat bagi program percepatan penurunan stunting, tetapi juga untuk menekan angka kemiskinan ekstrem.
Hasto menuturkan audit kasus stunting merupakan suatu kegiatan untuk diskusi dan menggali kasus-kasus stunting yang sulit diatasi dengan melibatkan ahli seperti dokter spesialis anak, spesialis kebidanan, spesialis gizi sampai psikolog.
Audit kasus stunting dapat membantu suatu wilayah untuk mendata kondisi keluarga dan menyampaikannya pada para ahli supaya bisa segera mendapatkan rekomendasi para ahli. Walaupun demikian, data tidak akan disebarkan ke masyarakat karena meliputi data pribadi keluarga.
Dalam melakukan audit, tim audit akan mendata penyebab dari terjadinya stunting pada anak, faktor penyebab kematian ibu dan bayi. Variabel-variabel yang ada dalam audit nantinya akan bersinggungan dengan variabel kemiskinan ekstrem seperti lingkungan kumuh dan sanitasi tidak bagus.
Hasto menyebutkan audit kasus stunting memiliki tiga manfaat yakni dapat segera mendapatkan rekomendasi intervensi dari ahli yang bersangkutan.
Kedua, pemerintah dan pihak terkait dapat menambah pengetahuan, sedangkan bagi tim percepatan penurunan stunting dan kemiskinan ekstrem dapat melakukan langkah tepat untuk mengentaskan kedua masalah itu.
Ketiga, para ahli mendapatkan manfaat untuk mengetahui peta penyebaran stunting dan kemiskinan ekstem, sehingga dapat melakukan kajian sebagai bentuk tindak lanjut ke depannya untuk meminimalisasi risiko yang lebih tinggi lagi.
Hasto berharap agar semua pemerintah untuk memfasilitasi para petugas di lapangan. Bila terkendala jarak, pemerintah di daerah dapat mendatangkan ahli secara virtual untuk menekan biaya.
Ia turut meminta agar semua dana yang telah diberikan, segera diserap dan dimanfaatkan dengan baik supaya kedua program prioritas pemerintah itu bisa menghasilkan output yang maksimal bagi pembangunan bangsa.
“Saya minta seluruh kepala daerah untuk memanfaatkan dana audit stunting yang telah diberikan pemerintah agar kegiatan ini benar-benar terealisasi dengan baik di lapangan. Dana audit stunting di daerah belum terserap maksimal baru terserap 20 persen saja,” katanya.
Program Officer Satgas Percepatan Penurunan Stunting Pusat BKKBN Lucy Widasari juga membeberkan banyak ditemukan kasus kelahiran prematur dan berat badan lahir rendah (BBLR) yang merupakan penyebab kematian terbanyak pada neonatus.
Oleh karenanya, pemerintah daerah harus menggalakkan monitoring status gizi dan pemantauan kondisi bayi prematur secara berkala, sehingga target mewujudkan Indonesia unggul dapat tercapai.
“Manajemen asupan gizi menjadi tantangan akibat adanya imaturitas fisik hingga perlu pendampingan rutin untuk monitoring tumbuh kembang dan juga dibutuhkan stimulasi yang tepat untuk mendukung perkembangan bayi prematur,” kata Lucy.