Jambi (ANTARA) - Tahun 2022 menjadi masa pemulihan kondisi perekonomian akibat dari pandemi COVID-19. Hal ini ditandai dengan tumbuhnya aktivitas dan mobilitas masyarakat sehingga aktivitas perekonomian berangsur mulai pulih.
Namun kondisi di masa pemulihan ini berbeda dengan kondisi di masa pandemi, sisi permintaan mulai meningkat, sedangkan dari sisi penawaran belum pulih seutuhnya. Kelangkaan komoditas pangan dan energi mulai terjadi di berbagai negara sehingga menyebabkan kenaikan harga komoditas. Konflik Rusia-Ukraina yang diikuti aturan aturan sanksi dagang serta meluasnya kebijakan proteksionisme di berbagai negara mengakibatkan gangguan pada rantai pasok sehingga makin menambah tekanan pada harga komoditas global.
Salah satu komoditas yang mengalami kenaikan tinggi adalah minyak mentah, sejalan dengan peningkatan aktivitas dan mobilitas masyarakat, konsumsi BBM bersubsidi di dalam negeri meningkat melebihi kuota. Hal ini menjadi salah satu faktor yang berdampak pada membengkaknya belanja subsidi dan kompensasi pada APBN 2022. Subsidi dan kompensasi pemerintah diperkirakan mencapai Rp502,4 triliun dari sebelumnya Rp152,5 triliun atau meningkat lebih dari 300 persen. Untuk itu, pada bulan September 2022 pemerintah menetapkan kebijakan kenaikan harga BBM dan mengalihkan potensi pembengkakan belanja subsidi ke bantuan sosial dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT), Bantuan Subsidi Upah (BSU) dan dukungan pemda 2% dari Dana Transfer Umum (DTU). Kebijakan ini merupakan langkah strategis agar APBN lebih tepat sasaran, sekaligus menjadi bantalan bagi aktivitas perekonomian masyarakat miskin dan rentan atas kenaikan BBM. Namun, dampak atau trade off dari implementasi kebijakan tersebut yaitu potensi inflasi yang melebihi asumsi makro ekonomi tahun 2022, meskipun terdapat penebalan perlindungan sosial dari sisi permintaan.
Kebijakan pengalihan subsidi BBM memberikan tekanan baik secara langsung maupun tidak langsung pada kelompok komoditas barang dan jasa. Selain itu, pengalihan subsidi BBM akan dipersepsikan secara beragam oleh masyarakat dan dikhawatirkan menimbulkan perubahan pola konsumsi masyarakat. Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Jambi telah melakukan pemantauan persepsi masyarakat atas kebijakan pengalihan subsidi BBM serta persepsi masyarakat akan kondisi ekonomi dan keuangan baik saat ini maupun ke depannya. Salah satu bentuk pemantauan dilakukan melalui survei dengan menggunakan metode survei purposive sampling. Sebagai catatan, dengan metode ini hasil survei yang dilakukan tidak untuk digeneralisasi atau tidak mewakili suatu populasi tertentu. Hasil survei yang didapatkan hanya merepresentasikan responden yang mengisi survei.
Berdasarkan hasil survei terhadap 1.315 responden, hasil survei yang didapatkan adalah sebagai berikut, yakni pertama masyarakat yang mengisi survei berimbang antara laki-laki dan perempuan 45,6 persen laki-laki dan 54,4 persen perempuan, didominasi oleh responden berusia 20-35 tahun 52,9 persen, sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan SMA dan Sarjana (44,6 persen SMA dan 40 persen Sarjana), dengan status sebagian besar sudah menikah (68 persen), dan memiliki tanggungan keluarga dengan jenis pekerjaan utama yang beragam.
Kedua, responden berasal dari seluruh wilayah di Provinsi Jambi dan didominasi oleh responden dengan penghasilan kurang dari Rp3 juta per bulan. Mayoritas responden 86,5 persen menggunakan BBM dengan jenis pertalite, namun 55,4 persen responden tidak mengetahui besaran subsidi BBM yang ditanggung oleh pemerintah.
Ketiga, penyesuaian subsidi BBM dikhawatirkan mendorong kenaikan harga bahan pokok oleh 69,1 persen responden. Faktor lain yang dikhawatirkan oleh responden adalah meningkatnya jumlah masyarakat yang kurang mampu. Keempat, 73,5 persen responden menyatakan akan mengurangi pengeluaran konsumsi sehari-hari, dengan, 30,8 persen mengurangi kegiatan keluar rumah/keluar kota dan 30 persen akan mengurangi belanja kebutuhan pokok.
Kelima, program Pemerintah yang paling tepat menurut responden sebagai kompensasi atas kenaikan BBM adalah Menurunkan harga bahan pokok, Memberikan BLT, Memberikan Subsidi Upah, dan pembukaan lapangan pekerjaan.
Keenam, terkait dengan pemberian BLT, 53,8 persen responden menyatakan bahwa BLT diperlukan namun harus lebih tepat sasaran. Serta 45,8 persen responden mengharapkan penambahan jangka waktu dan nominal BLT BBM.
Ketujuh, 69,4 persen persepsi responden atas kondisi ekonomi keluarga menurun setelah penyesuaian subsidi BBM, namun, 47,3 persen responden lebih memilih pemerintah untuk melakukan pengalihan subsidi BBM untuk mengendalikan hutang pemerintah.
Dari hasil survei tersebut, dapat disimpulkan bahwa dari 1.315 responden, setelah penyesuaian harga BBM, responden mengkhawatirkan terjadi kenaikan harga bahan pokok yang mengakibatkan penurunan kondisi ekonomi keluarga, dengan mengurangi pengeluaran konsumsi tertentu. Responden menyampaikan kesetujuannya atas pengalihan subsidi BBM kepada program BLT, BSU, dan Perlinsos lainnya namun perlu dilakukan peningkatan akurasi penerima bantuan. Meskipun responden mempersepsikan akan terjadinya penurunan kondisi ekonomi keluarga, namun responden setuju langkah strategis pemerintah untuk melakukan pengalihan subsidi BBM untuk mewujudkan APBN yang sehat dan tepat sasaran.
Penulis: Lilik Kurniawan, Kanwil DJPb Provinsi Jambi
47,3 persen responden setuju kebijakan pengalihan subsidi BBM agar APBN sehat dan tepat sasaran
Sabtu, 3 Desember 2022 11:58 WIB