Jakarta (ANTARA) - Kantor Staf Presiden (KSP) bersama Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) dan Dewan Ketahanan Nasional (Wantanas) menggelar rapat pembahasan wilayah rawan keamanan untuk mengantisipasi berbagai potensi ancaman keamanan, khususnya dalam masa dinamika politik yang tinggi.
"Pertemuan ini merupakan tindak lanjut penandatanganan nota kesepahaman antara Kantor Staf Presiden, Lemhannas, dan Wantanas, pada 23 Mei 2023, di mana, ketiga lembaga bersinergi mengawal isu strategis dan program prioritas nasional dengan membentuk gugus tugas yang beranggotakan perwakilan masing-masing lembaga," kata Moeldoko dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa.
Pada kesempatan itu, Moeldoko yang didampingi Deputi V KSP Jaleswari Pramodhawardhani menekankan perlunya pemetaan wilayah rawan keamanan, khususnya dalam masa dinamika politik yang tinggi, sebab setiap daerah memiliki intensifikasi konflik berbeda-beda.
Menurut Moeldoko, pemetaan tidak hanya berhenti di tingkat kabupaten, tetapi juga harus sampai pada tingkat kecamatan agar tidak salah dalam penanganannya.
Panglima TNI periode 2013-2015 itu menegaskan penanganan keamanan juga perlu memaksimalkan pendekatan kemanusiaan melalui operasi teritorial, di antaranya dengan pendistribusian jaring pengaman sosial dengan pelibatan prajurit sebagai aktor utamanya.
"Jangan yang kita suguhkan kepada publik hanya operasi-operasi, tapi kita juga suguhkan bahwa di sana ada bantuan yang mengalir," tegasnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, perlu ada sinergi antar kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian untuk penanganan keamanan dan kesejahteraan, contohnya yang sudah berjalan di wilayah Papua.
"Keamanan dan kesejahteraan masyarakat itu harus segaris, sehingga persoalan di lapangan bukan hanya tugas TNI dan Polri saja tetapi juga kementerian yang lain," katanya.
Sementara itu, Andi Widjajanto mengungkapkan pihaknya telah melakukan rapat koordinasi dan diskusi kelompok terfokus (FGD) terkait klasifikasi daerah rawan.
Andi menilai pentingnya memiliki indikator yang sama dalam menentukan klasifikasi daerah rawan itu untuk memudahkan koordinasi, pertukaran informasi, dan pemahaman yang lebih baik antara TNI, Polri, dan Badan Intelijen Negara (BIN).
"Ini akan membantu institusi terkait dalam mengidentifikasi, menganalisis, dan menangani ancaman keamanan di suatu daerah," kata Andi Widjajanto.
Dadi Hartanto juga menekankan pentingnya sinkronisasi dan kolaborasi data di setiap lembaga yang menangani sektor keamanan.
"Jika data sudah terintegrasi dengan baik, penanganan bisa lebih tepat sasaran. Kalau perlu hal ini masuk dalam regulasi yang sudah ada," kata Dadi.