Jambi (ANTARA) - Pakar Perikanan dan Budi Daya Universitas Jambi Tedjo Sukmono menyarankan agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi membentuk zonasi-zonasi wilayah dalam rangka melestarikan lingkungan Sungai Batanghari.
Tedjo menjelaskan konsep zonasi sendiri adalah pemetaan zona-zona di Sungai Batanghari, seperti zona budi daya ikan sehingga di sepanjang zona tersebut tidak boleh ada aktivitas yang mencemari air.
Ia menuturkan banyak spesies ikan endemik Sungai Batanghari yang terancam punah dan sulit ditemukan, seperti Arwana, Putak, Belida, Ikan Perang Bengkok, Lais Kacadan, Sepat Mutiara, Kerapu Rawa, Tilan, Ikan Flying Fox, Botia, Radiangus, serta Gurami Coklat.
Hal tersebut terjadi karena di sepanjang Sungai Batanghari banyak aktivitas yang mencemari ekosistem air, seperti pertambangan emas ilegal, tongkang batubara yang berpotensi menumpahkan minyak, hingga fasilitas MCK yang berada di atas sungai.
Tedjo menyebutkan sepanjang ia menyusuri Sungai Batanghari mulai dari Kabupaten Tebo hingga Kabupaten Batanghari, Jambi, terdapat sekitar 983 MCK dan 500 penambang emas ilegal.
Adanya aktivitas mencemari lingkungan air itu menyebabkan yang dahulunya pada tahun 1994 sampai 2000 terdapat 300 spesies ikan di Sungai Batanghari, kini hanya sekitar 100 spesies yang masih mampu bertahan.
“Contoh spesies yang sekarang tidak mudah ketemu misalnya Ikan Ridiangus (Balantiocheilos Melanopterus) dan Arwana,” katanya.
Melalui zonasi ini, Tedjo mengatakan nantinya akan dibagi wilayah yang khusus untuk budi daya air, wilayah untuk kepentingan perekonomian, dan sebagainya.
Ketika tidak ada zonasi seperti sekarang, tempat budi daya ikan sangat berdekatan dengan lokasi penambangan emas ilegal maupun tongkang yang terparkir, sehingga seringkali ikan-ikan tersebut justru mati.
Tedjo mengatakan penetapan sistem zonasi di Sungai Bahari memerlukan koordinasi dan sinergi dari berbagai stakeholder, termasuk dinas-dinas terkait dan masyarakat setempat.
“Kalau masing-masing dinas mementingkan kepentingannya ya tidak ketemu solusinya. Sebetulnya masing-masing pihak sudah (menata ruang), tapi antara satu pihak dan lainnya tidak pernah ketemu, jadi tidak terkoordinasi dengan baik,” katanya.
Ia mengatakan selama ini sebenarnya sudah terdapat upaya tata ruang Sungai Batanghari meski belum maksimal. Namun koordinasi antara masing-masing pihak terkait belum terjalin.
Sebagai contoh, kata dia, Dinas Kelautan dan Perikanan membantu masyarakat membuat tambak sebagai tempat budi daya ikan, namun belum berkoordinasi dengan Dinas Perhubungan atau pihak pertambangan.
Belum adanya koordinasi yang baik itu, menurutnya, menyebabkan masih banyak aktivitas pertambangan maupun kapal atau perahu yang melintas di kawasan budi daya ikan di Sungai Batanghari.
Saran dari Tedjo sejalan dengan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek yang turut berupaya melestarikan budaya dan lingkungan Sungai Batanghari melalui acara Ekspedisi Batanghari 2023.
Pamong Budaya Utama Kemendikbudristek Siswanto mengatakan pelestarian harus dilakukan karena Sungai Batanghari menyimpan banyak potensi baik budaya maupun lingkungan yang sudah tergerus oleh kemajuan zaman.
“Kita ingatkan kembali Batanghari (dulu) punya peran yang menghubungkan budaya, yang arif dan bijaksana dalam mengelola ekosistem lingkungan dan budaya,” katanya.