Jakarta (ANTARA) - Dokter Spesialis Ortopedi dan Traumatologi yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Spesialis Ortopedi dan Traumatologi Indonesia (PABOI) dr. Aldico Juniarto Sapardan, Sp.OT menyarankan penderita obesitas tidak memilih lari sebagai olahraga harian karena berpotensi memberatkan kinerja sendi dan otot bagian bawah.
"Jadi kalau untuk penderita obesitas, lebih baik memilih olahraga kardio seperti senam atau berjalan kaki. Apabila ingin sekali berlari, ada baiknya diturunkan dulu berat badannya lewat olahraga kardio baru nanti berlari," kata Aldico di Jakarta, Kamis.
Ia menjelaskan lebih detail bahwa pada saat melakukan olahraga lari, kondisi tubuh di bagian bawah mengalami tekanan lebih besar dari pada saat berjalan di kondisi normal.
Pada saat berlari, lanjut dia, seseorang memberikan tekanan sebesar enam kali lipat berat badannya kepada bagian tubuh bawah saat kaki berpijak.
Bahkan, bagi orang dengan kondisi tubuh normal, apabila terdapat teknik yang salah saat berlari, masih bisa didapati masalah seperti ankle sprain atau keseleo.
Maka dari itu, apabila kegiatan berlari dilakukan oleh orang dengan bobot tubuh berlebih, maka potensi cedera hingga masalah sendi di bagian kaki tentu akan lebih besar terjadi.
"Jadi lebih baik tidak memilih lari, karena bahaya ya risiko cederanya lebih banyak dibanding potensi untuk menjadi sehat," katanya.
Bagi penderita obesitas yang tertarik untuk berolahraga dengan tubuh bagian bawah, Kementerian Kesehatan menyarankan beberapa aktivitas fisik seperti berjalan kaki minimal 10.000 langkah per hari atau bersepeda minimal 30 menit sehari.
Untuk kegiatan olahraga yang lebih ringan, penderita obesitas bisa melakukan senam pernapasan dengan frekuensi 3-5 kali dalam seminggu dengan durasi minimal 40 menit.
Prinsip latihan Baik, Benar, Teratur, dan Terukur dapat menjadi patokan agar dapat menciptakan konsistensi dalam berolahraga. Harapannya kegiatan tersebut dapat membantu penderita obesitas menurunkan bobot tubuhnya ke kondisi ideal dan kembali sehat serta bugar.