Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengajak seluruh masyarakat untuk mewaspadai praktik politisasi agama menjelang Pemilu Serentak 2024.
Pelaksanaan pesta demokrasi lima tahunan sekali di Indonesia itu, menurut Mahfud, tidak terlepas dari munculnya isu-isu agama, mengingat masyarakat di Tanah Air memiliki keimanan, taat beribadah, serta menjunjung tinggi nilai-nilai spiritual dalam aktivitas sehari-hari.
Menurut Mahfud, dalil-dalil agama memang penting untuk menjadi pertimbangan dalam memilih partai, caleg, hingga capres-cawapres yang nantinya akan memimpin dan menentukan masa depan bangsa Indonesia dengan lebih dari 270 juta jiwa penduduk.
Namun, tambahnya, hal itu juga tidak boleh disalahgunakan menjadi legitimasi untuk menumbuhkan rasa benci antarsesama masyarakat, yang pada akhirnya menyebabkan perpecahan umat hingga tindak kekerasan.
"Dalil-dalil agama ini tidak boleh menjadi legitimasi untuk membenci, mengkafirkan, bahkan menjadi sumber konflik kekerasan dengan kelompok lain," tegas Mahfud.
Dia menyebut upaya pencegahan perpecahan tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Dalam UU Pemilu tersebut, semua tahapan pemilu dan pilkada harus dilaksanakan secara jujur dan adil, serta tidak diskriminatif terhadap semua warga negara tanpa memandang suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
"Materi kampanye, baik pemilu maupun pilkada, adalah untuk menyampaikan visi, misi, dan program calon serta para peserta pemilu; bukan ujaran kebencian atau hal-hal yang dapat memicu perpecahan," ucapnya.
Dalam kesempatan tersebut, Mahfud juga mengingatkan agar seluruh elemen bangsa dapat bersama-sama mengawal dan memastikan penyelenggara pemilu bertindak secara jujur dan adil, serta menyelenggarakan pemilu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
"Ketidakpercayaan terhadap penyelenggara dan penyelenggaraan pemilu itu lahir karena adanya dugaan pelanggaran dan ketidakadilan dalam pemilu. Untuk itu, semuanya harus sama-sama bisa mengawal petugas maupun proses pemilu itu sendiri," jelasnya.
Mahfud juga menekankan pentingnya meminimalkan berita bohong atau hoaks dan dampak-dampaknya. Dia mengatakan hoaks dengan mudah dan cepat beredar di media sosial, baik berisi isu agama, isu kecurangan, isu politik uang, bahkan hingga isu peran asing dalam penyelenggaraan pemilu.
"Tentu hal ini membutuhkan peran semua lapisan masyarakat untuk mampu baik secara individu maupun komunal agar bisa menyaring dan memanifestasikan berbagai informasi yang diterima," ujar Mahfud MD.