Jakarta (ANTARA) - Inisiator Gerakan Gadget Sehat Indonesia (GGSI), Prof.Dr.dr Ridha Dharmajaya Sp BS (K) berpendapat bahwa peran guru dalam membentuk karakter anak dengan mengedukasi penggunaan gawai (gadget) yang tepat sangat berpengaruh ke masa depan murid-muridnya.
Ridha Dharmajaya yang juga merupakan Guru Besar di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU) itu, mengingatkan bahwa Indonesia memiliki bonus demografi yang cukup potensial. Sehingga, jika dibiarkan begitu saja tanpa ada arahan yang pasti, maka akan berdampak tidak baik.
Pengarahan dalam menggunakan gawai yang tidak tepat juga dapat memberikan efek buruk di masa mendatang. Di mana ada dua faktor penyebab penggunaan gawai yang bisa mengakibatkan dampak negatif itu seperti posisi dan durasi.
"Jika menggunakan gadget dengan posisi yang menyebabkan adanya tekukan pada leher, maka akan ada beban yang ditanggung. Semakin dalam tekukan itu, maka akan semakin berat beban yang ditanggung leher," terang dia.
Hal tersebut jika masih dalam waktu yang cukup singkat, dikatakan oleh dia, tidak akan memberikan dampak buruk. Jika sebaliknya, posisi yang salah dibiarkan dalam jangka waktu yang cukup lama, bisa berdampak pada gangguan saraf kejepit.
"Tapi jika tekukan itu terjadi lebih dari dua jam dan secara terus-menerus, ini menjadi masalah. Maka akan terjadi gangguan yakni saraf kejepit pada bagian leher. Gejalanya yakni berat di pundak, leher pegal, tangan kesemutan, dan bangun tidur tidak segar," ujarnya.
Jika hal tersebut tidak mendapatkan perhatian baik dari orang tua maupun guru di sekolah, risiko besar bisa dipastikan datang. Menurut dia, kematian saraf jauh lebih berbahaya dan berujung cacat dengan gejala yang dialami adalah kelumpuhan pada tangan dan kaki, buang air kecil loss atau tidak terasa dan seksualitas bagi kaum lelaki hilang.
"Jika seperti ini maka tidak ada obat yang menyembuhkan dan tidak ada operasi yang bisa mengembalikan," sebutnya.
Untuk itulah dirinya menganggap pentingnya gerakan gadget sehat hadir di Indonesia termasuk Batang Hari, Jambi, dalam upaya menyelamatkan generasi muda pada saat bonus demografi terjadi.