Jakarta (ANTARA) - Analis Pasar Mata Uang Lukman Leong mengatakan rupiah berpotensi menguat terbatas selagi investor wait and see menantikan pidato Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell.
Powell diperkirakan akan memberikan pernyataan dovish mengingat serangkaian data ekonomi AS yang lebih lemah pekan lalu. Namun, hal tersebut hanya sebatas harapan, sehingga investor cenderung wait and see.
“Dari domestik, data indeks kepercayaan konsumen diperkirakan akan sedikit menurun dari 121,7 ke 121,1,” ucap Lukman.
Seperti diketahui, data tenaga kerja AS versi pemerintah AS yang dirilis Jumat (3/11) malam lebih buruk dari ekspektasi pasar. Lalu, data Non Farm Payrolls (NFP) edisi Oktober 20230 sebesar 150 ribu atau lebih rendah dari ekspektasi 180 ribu, dan data tingkat pengangguran 3,9 persen atau lebih tinggi dari ekspektasi 3,8 persen.
Akibat rentetan data ekonomi AS yang lemah, mata uang rupiah menguat pada Senin (6/11) sebesar 189 poin atau 1,21 persen menjadi Rp15.539 per dolar AS dari penutupan sebelumnya sebesar Rp15.728 per dolar AS.
Namun, pada penutupan perdagangan Selasa (7/11), mata uang rupiah melemah sebesar 97 poin atau 1,11 persen menjadi Rp15.636 per dolar AS dari penutupan sebelumnya sebesar Rp15.539 per dolar AS disebabkan reaksi short-covering pasar dan data ekonomi China yang melambat.
Untuk nilai tukar rupiah hari ini, dia menduga rupiah akan berkisar Rp15.600-Rp15.700 per dolar AS.
Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Rabu pagi menguat sebesar 0,07 persen atau 11 poin menjadi Rp15.625 per dolar AS dari sebelumnya Rp15.636 per dolar AS.