Jakarta (ANTARA) - PT Pertamina (Persero) meletakkan batu pertama atau groundbreaking pembangunan stasiun pengisian bahan bakar hidrogen (SPBH) yang berlokasi di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Daan Mogot, Jakarta Barat, Rabu.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan pembangunan SPBH tersebut merupakan suatu milestone penting dalam mendukung program mencapai target net zero emission (NZE) 2060.
"Karena ini real clean energy tidak ada waste," kata Nicke saat memberikan sambutan pada acara Groundbreaking Pertamina Hydrogen Refueling Station tersebut.
Nicke mengatakan pembangunan SPBH akan memakan waktu paling lambat enam bulan.
"Yang penting kalau buat customer ini siap enam bulan dari sekarang paling lambat, ini akan siap kami operasikan," ungkap Nicke.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa hidrogen tersebut nantinya bisa dari berbagai sumber seperti gas dan panas bumi dari fasilitas milik Pertamina.
"Hidrogen ini bisa dari berbagai sumber kami, bisa dari sumber gas, jadi itu ada grey dan blue dan juga ada green itu dari geothermal-nya Pertamina dan fasilitas PLTS Pertamina. Jadi, sumber hidrogen ini bisa dari gas dan juga dari geothermal, dari PLTS," ujar Nicke.
Seiring dengan hal tersebut, Pertamina juga telah memetakan terdapat 17 titik sumber-sumber hidrogen yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
"Kami sudah petakan dari seluruh Indonesia yang hari ini siap ada 17 source atau suplai untuk hidrogen ini untuk seluruh Indonesia. Jadi, nanti ini lah yang akan mensuplai ke SPBU-SPBU," kata dia.
Nicke juga mengungkapkan bahwa untuk pengisian daya dengan bahan bakar hidrogen tersebut hanya memerlukan waktu tiga menit dan bisa dipakai untuk menempuh jarak 780-800 kilometer (km).
"Untuk sekali charge itu untuk 780-800 kilometer sekali charge untuk 3 menit. Jadi, lebih efisien, lebih cepat, jadi kalau cuma dari rumah ke kantor itu sebulan tidak isi-isi," ujar Nicke.
Sementara itu, Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama mengatakan bahwa hidrogen merupakan salah satu bahan bakar masa depan.
"Saya kira salah satu masa depan itu adalah hidrogen. Kita bukan kritik soal kendaraan listrik, sekarang Tesla, China sudah tinggalkan berbasiskan nikel. Jadi, artinya apa? anda harus lakukan investasi yang untuk masuknya itu tinggi, entry barrier-nya tinggi, baru pemain yang lain mau ikut, repot. Saya kira Pertamina dalam hal ini akan jadi leading," ucap Basuki.
Ia mencontohkan perusahaan minyak dan gas Malaysia, Petronas yang bekerja sama dengan Negara Bagian Sarawak, di mana semua bus di negara bagian tersebut menggunakan bahan bakar hidrogen.
"Petronas mungkin depan saya mau ketemu orang Petronas, dia kerja sama dengan Negara Bagian Sarawak semau busnya pakai hidrogen. Itu semua Petronas yang lakukan, saya mau dengar dari mereka kenapa anda berani, kenapa kita tidak berani? mulai dulu di Pertamina," ucap dia.