Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia menyambut disahkannya Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) sebagai langkah positif untuk mewujudkan gencatan senjata dan penyelesaian komprehensif konflik di Jalur Gaza akibat agresi Israel sejak Oktober 2023.
Resolusi DK PBB Nomor 2735 tahun 2024 yang disahkan pada Senin (10/6) tersebut didukung oleh 14 negara anggota DK PBB, termasuk Amerika Serikat sebagai negara pengusul.
Sementara itu, Rusia menyatakan abstain.
“Adopsi Resolusi DK PBB 2735 (2024) terkait proposal tiga fase gencatan senjata merupakan langkah yang sudah lama tertunda, namun penting untuk menghentikan kekejaman terhadap rakyat Palestina dan mewujudkan gencatan senjata segera dan permanen di Jalur Gaza,” demikian menurut Kementerian Luar Negeri RI di Jakarta, Selasa.
Sebagaimana pernyataannya di media sosial X yang dipantau di Jakarta, Kemlu RI mendesak semua pihak untuk mencapai kesepakatan sesegera mungkin demi memastikan gencatan senjata yang langgeng dan berkelanjutan di Jalur Gaza.
Kemlu RI juga mengharapkan gencatan senjata mendatang dapat menjamin kelancaran distribusi bantuan kemanusiaan yang amat mendesak bagi rakyat Palestina serta membuka jalan terhadap terwujudnya solusi dua negara sebagai langkah penyelesaian konflik Palestina-Israel.
Sementara itu, merespons pengesahan resolusi DK PBB, Duta Besar Palestina untuk PBB Riyad Mansour menyebut resolusi tersebut sesuai dengan aspirasi rakyat Palestina yang menginginkan gencatan senjata permanen di Jalur Gaza dan agresi Israel berakhir.
Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa rakyat Palestina bersatu untuk mendukung penerapan penuh resolusi DK PBB tersebut.
Senada, kelompok pejuang Hamas mendukung resolusi tersebut serta menyatakan kesediaannya bekerja sama dengan mediator untuk terlibat dalam negosiasi tak langsung mengenai penerapan prinsip-prinsip resolusi, yang mereka sebut konsisten dengan tuntutan rakyat.
Resolusi DK PBB tersebut disahkan di tengah agresi Israel ke Jalur Gaza yang tak kunjung berhenti sejak Oktober 2023. Serangan Israel itu menewaskan lebih dari 36.600 warga sipil, yang sebagian besar merupakan wanita dan anak-anak, serta melukai lebih dari 83.000 jiwa.
Menurut PBB, agresi Israel telah menyebabkan 85 persen penduduk Gaza terusir dari tempat tinggalnya, 60 persen infrastruktur di Gaza rusak dan hancur, serta menyebabkan kelangkaan makanan, air bersih, dan obat-obatan yang parah.