Jakarta (ANTARA) - Pemberantasan pungutan liar atau pungli menjadi salah satu program instansi penegak hukum di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan atau Kemenko Polhukam.
Praktik lancung yang menguras uang rakyat tersebut memang harus dibasmi lantaran masih ditemui di berbagai tingkatan instansi, terutama yang berkaitan langsung dengan pelayanan masyarakat.
Dampaknya, pelayanan kepada masyarakat pun makin terhambat dan mahal, sedangkan di sisi sama, kepercayaan publik terhadap Pemerintah kian merosot.
Pungli, yang kadang dianggap sebagai pelicin urusan di beberapa instansi Pemerintah, masih ada karena rasuah ini seakan dianggap lumrah.
Fenomena itulah yang mendorong Pemerintah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pungli yang dikoordinasikan oleh Kemenko Polhukam tahun 2016.
Satgas tersebut terdapat unsur Polri, Kejaksaan, hingga seluruh pengawas inspektorat instansi kementerian dan pemerintah daerah di bawah Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Republik Indonesia.
Namun demikian, pembentukan satgas tersebut tampaknya belum cukup sehingga Pemerintah masih membutuhkan peran serta masyarakat untuk mengawasi adanya pungli di birokrasi.
Mengingat urgensi pemberantasan pungli, Pemerintah membuat aplikasi pengaduan yang diberi nama Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional – Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (SP4N-LAPOR)
Melalui aplikasi ini, masyarakat bisa melaporkan secara langsung adanya pungli sehingga penindakan pun bisa dilakukan dengan cepat.
Pada 2023, tercatat ada 1,5 juta laporan dari masyarakat tentang praktik pungli yang masuk lewat aplikasi SP4N-LAPOR. Besarnya angka pelaporan tersebut menandakan tingginya minat masyarakat dengan aplikasi ini.
Sebelumnya, Kemenko Polhukam juga merilis data Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) yang mengalami penurunan dari tahun 2022 ke 2023.
Pada 2022, IPAK Indonesia berada di angka 3,93 persen, namun pada tahun 2023, angka itu turun menjadi 2,92 persen.
Melihat fenomena ini, Satgas Pungli menyadari ada yang harus diperbaiki dalam proses pelayanan pengaduan dan penanganan kasus.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, satgas pun meningkatkan atau meng-upgrade aplikasi SP4N LAPOR menjadi sistem Aplikasi Pengaduan Pungli atau disebut Si DULI.
Aplikasi yang diluncurkan pada 13 Juni lalu itu dinilai memiliki beragam kelebihan pada kecepatan sistem penerima laporan dan kemudahan dalam mengakses dibandingkan dengan aplikasi sebelumnya.
ANTARA pun sempat mencoba mengakses aplikasi tersebut. Bagi masyarakat yang ingin masuk ke dalam aplikasi Si DULI, warga harus mengunggah aplikasi SP4N terlebih dahulu di Playstore.
Sejak aplikasi itu diluncurkan sampai dengan hari ini, aplikasi tersebut sudah menerima 39 laporan dari masyarakat tentang praktik pungli yang terjadi di sejumlah instansi layanan publik.
Tentu saja pihak satgas berharap hal tersebut menjadi awal yang baik untuk memancing masyarakat dalam menggunakan aplikasi tersebut.
Demi menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik, bersih, cepat, dan akuntabel, seluruh pelayanan publik harus terbebas dari praktik suap. Apa pun alasannya.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam RI) saat ditemui di Jakarta Pusat menjelaskan penindakan pelaku pungli melalui aplikasi tersebut dipastikan akan berlangsung cepat.
Laporan yang masuk ke aplikasi akan diterima oleh satgas, kemudian akan diverifikasi dengan bukti-bukti yang juga dikirim oleh warga melalui aplikasi tersebut.
Setelah itu, laporan tersebut akan ditindaklanjuti oleh satgas dengan mendatangi lokasi terjadinya pungli hingga memberikan sanksi kepada pegawai yang terbukti menerima suap.
Satgas menjamin keamanan jati diri pelapor sehingga publik diminta tidak ragu atau gentar untuk melaporkan praktik pungli.
Pada saat yang sama, Kepala Satgas Pungli Komisaris Jenderal Polisi Ahmad Dofiri menjelaskan fungsi lain dari aplikasi Si DULI bukan hanya sebatas membantu masyarakat melaporkan saja.
Aplikasi Si DULI juga bisa digunakan untuk mencegah praktik pungli dari hulu hingga hilir.
Hal tersebut dilakukan dengan cara mendata jumlah kasus pungli yang diterimanya satgas melalui aplikasi tersebut. Dari total jumlah kasus, satgas akan memetakan instansi atau kementerian serta lembaga mana yang paling banyak dilaporkan karena kasus pungli.
Selain itu, Pemerintah melalui aplikasi Si DULI juga dapat menganalisis modus operasi oknum dalam melakukan pungli tersebut. Dengan bekal informasi itu, Pemerintah dapat melakukan mitigasi pungli sejak dini sehingga tidak perlu harus menunggu munculnya korban pungli.
Selain itu, keberadaan Si DULI juga diharapkan bisa menjadi perangsang bagi seluruh kementerian dan instansi pemerintah lain dalam menerapkan konsep pelayanan berbasis digital.
Konsep tersebut harus diterapkan guna menggeser kebiasaan pelayanan manual bertatap muka yang dapat membuat celah terjadinya pungli.
Tidak hanya itu, aplikasi Si DULI juga menerapkan konsep transparansi dalam proses penanganan dan penindakan pungli. Tidak hanya kepada masyarakat, konsep transparansi ini juga berlaku kepada internal satgas.
Dengan demikian, Pemerintah bisa memetakan satgas mana yang paling banyak menuntaskan laporan pungli. Hal tersebut akan menjadi pendorong untuk para satgas yang bertugas dalam melayani masyarakat.
Dengan hadirnya aplikasi ini, jajaran satgas menaruh harapan besar bagi masyarakat untuk terlibat dalam penindakan pungli.
Aplikasi ini diharapkan bisa menjadi senjata masyarakat untuk melawan praktik pungli di instansi pemerintahan, terutama yang berkaitan dengan pelayanan publik.