Kota Jambi (ANTARA) - Ketua Dewan Pimpinan Cabang Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) Provinsi Jambi, Muhammad Hafiz menilai instruksi Wali Kota Jambi Nomor 19 tahun 2025 tentang penggunaan bahan bakar subsidi jenis solar bagi kendaraan roda enam atau lebih di wilayah Kota Jambi sudah tepat.
"Kami dari Hiswana intinya adalah penekanan jangan sampai BBM solar ini disalahgunakan atau dibeli oleh para pelangsir. Inti masalahnya ada di situ," katanya di Jambi, Ahad.
Ia berpendapat, jika pemerintah mampu menghilangkan pelangsir, dipastikan kebutuhan solar khususnya di Kota Jambi bisa terpenuhi.
Kebijakan Wali Kota Jambi terkait hanya tujuh SPBU di Kota Jambi yang bisa digunakan mengisi solar bagi kendaraan roda enam atau lebih, dinilai cukup membantu dalam pengawasan kendaraan pelangsir.
Hafiz menilai, instruksi terkait aturan tersebut sudah tepat. Meski diwarnai protes oleh sopir, namun pemerintah menyiasati permasalahan itu dengan mengeluarkan tanda pengenal (stiker) bagi kendaraan kendaraan roda enam khusus pengangkut material.
Upaya itu untuk membedakan kendaraan yang benar-benar di gunakan untuk kebutuhan kerja, bukan untuk kegiatan pelangsir BMM jenis solar yang diduga semakin marak di Kota Jambi dan sejumlah daerah di Provinsi Jambi.
Tujuh SPBU di Kota Jambi kini di awasi bersama seluruh pemangku kebijakan, sejumlah personel keamanan dari TNI, Polri terlibat mengawasi kegiatan di stasiun pengisian bahan bakar tersebut.
Lanjut dia, saat Komisi XII DPR RI bersama Satgas Migas berkunjung ke Jambi, pihak Hiswana Migas telah menyampaikan bahwa Jambi masih kekurangan bahan bakar solar. Akibat kemacetan antrian kerap mewarnai di seluruh SPBU yang menyediakan solar.
Pemerintah Provinsi Jambi sebelumnya telah mengajukan usulan penambahan, namun hingga kini belum ada rencana penambangan kebutuhan minyak solar.
Hafizh memahami kebijakan pengurangan pembiayaan subsidi dari pemerintah pusat. Namun dirinya dan elemen pemangku kebijakan yang lain tetap mendorong usulan kebutuhan BBM untuk tahun 2026 mendatang.
"Sama-sama kita susun, data dan argumen yang lengkap sehingga kuota solar bisa bertambah," jelas Hafiz.
Sebelumnya, anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Eman Salman Arief, menilai penyaluran bahan bakar minyak (BBM) ke masyarakat belum maksimal pengawasannya sehingga menyebabkan kebocoran subsidi terutama solar.
Menurut dia, modus yang sering ditemukan, antrean kendaraan sering menggunakan nomor kendaraan palsu, sehingga dalam satu hari bisa melakukan pengisian lebih dari satu kali.
Ia menyarankan, Pertamina hingga SPBU melakukan pengawasan secara menyeluruh untuk menghindari kebocoran distribusi bahan bakar, mengingat kebutuhan (kuota) BBM subsidi mengalami pengurangan dari pemerintah.
Berdasarkan data, kuota nasional jenis solar tahun 2024 mencapai 19 juta kiloliter (KL). Tahun 2025 turun menjadi 18,88 juta KL, termasuk tahun 2026 subsidi solar kembali turun menjadi 18,64 juta kiloliter.
