Selain itu, Hakim Sorta Ria Neva dalam putusannya pada Selasa siang itu turut mewajibkan kepada Polresta Pekanbaru membayar uang moril sebesar Rp6.000 kepada pemohon.
"Perintahkan termohon (Polresta Pekanbaru) untuk membayar ganti rugi moril pemohon sebesar Rp6.000 atau dengan selembar materai yang berlaku di Indonesia saat ini," kata Sorta.
Hakim menilai bahwa penyitaan barang milik Nuraini yang dilakukan Polresta Pekanbaru dalam kasus dugaan peredaran narkoba pada 2 September 2016 lalu tidak prosedural dan melawan hukum.
Karena itu, penyitaan barang-barang milik Nuraini yang dilakukan Polresta Pekanbaru harus segera langsung dan sepenuhnya dikembalikan kepada pemohon.
Pertimbangan hakim, penyitaan yang dilakukan Polresta tanpa ada izin dari Pengadilan. Semestinya paling lambat setelah 7 hari penyitaan, Polresta Pekanbaru harus mengajukan surat penyitaan ke Pengadilan. Namun, hingga batas waktu itu berakhir, hal itu tidak kunjung dilakukan.
Tim Advokasi Kebenaran Hukum, pengacara dari Nuraini menilai keputusan hakim sudah memenuhi rasa keadilan. Irwan, salah satu pengacara Nuraini mengatakan bahwa Polresta Pekanbaru menuding kliennya sebagai bandar narkoba tanpa ada bukti yang kuat.
"Karena itu kami melakukan praperadilan dan akhirnya hakim mengabulkan gugatan kami," ujarnya.
Irwan menjelaskan, dalam putusan hakim meminta barang-barang milik kliennya harus dikembalikan. Barang-barang yang disita polisi terdiri dari uang Rp1,2 miliar, belasan ponsel, brankas dan sejumlah barang bukti lainnya yang saat itu disita polisi.
Dia mengatakan, apabila pihaknya telah menerima salinan putusan, maka sesegera mungkin akan meminta kepada Polresta Pekanbaru untuk mengembalikan seluruh sitaan.
"Yang paling penting, Polisi harus bayar kerugian moril klien saya Rp6.000 atau dengan selembar materai seharga Rp6.000," lanjutnya.
Sementara itu, kuasa hukum Polresta Pekanbaru, DR Bripka Rudy Pardede mengaku menghormati putusan hakim meski kecewa dengan putusan tersebut.
"Kita pasti kecewa, namun demikian kita sangat menghormati (putusan hakim). Kita akan melaksanakan apa yang telah menjadi keputusan hakim," katanya.
Kasus ini berawal saat Polresta Pekanbaru menangkap pengedar narkoba atas nama Bobi pada akhir Agustus 2016 silam. Hasil pengembangan, polisi kemudian melakukan penggerebekan pada 2 September 2016.
Dari penggerebekan itu, polisi menangkap Yogi, seorang remaja yang diduga sebagai bagian dari jaringan pengedar narkoba di Kampung Dalam, Pekanbaru. Selain itu, polisi turut menyita Rp1,2 miliar di sebuah rumah, yang belakangan diketahui rumah Nuraini.
Pada saat penyitaan, Nuraini sedang tidak berada di tempat kejadian perkara. Dalam prosesnya, polisi hanya menetapkan Yogi sebagai tersangka, sementara Nuraini tidak pernah diperiksa terkait uang sitaan tersebut.
Sementara, kediaman Nuraini dipasangi garis polisi dan sejumlah barang bukti termasuk Rp1,2 miliar disita petugas. Merasa tidak terbukti adanya narkoba, Nuraini keberatan dan mengajukan Prapid di Pengadilan Negeri Pekanbaru.